separate
logo

Dec 15, 2008

meidy

Singkawang, "China Town" di Bumi Borneo

 7833_100446913309590_6154184_n

         Singkawang sering disebut sebagai kota seribu klenteng. Kota yang berada di Kalimantan Barat ini mempunyai ikatan yang erat dengan China, baik dari sejarah maupun budaya maupun kehidupan bermasyarakat. Tak heran jika Singkawang disebut-sebut mewakili "Chian Town" yang ada di bumi nusantara.
Di tanah seluas 50.000 ha ini, total populasi penduduk di Singkawang lebih dari 190.000 jiwa, separuhnya beretnis Tionghoa dan berdiri kokoh sedikitnya 600 klenteng. Konon, pada abad 18, kota tersebut merupakan tempat transit para penambang emas yang berasal dari Tiongkok. Gelombang migrasi besar-besaran pada tahun 1760, membawa masyarakat suku Tionghoa Hakka dari Guangdong China selatan yang mendarat di Pulau Kalimantan. Daerah tempat persinggahan ini kerap disebut sebagai "San Kew Jong" yang lama kelamaan berubah bunyi menjadi Singkawang.
Para pekerja tambang ini berasumsi, dari sisi geografis bahwa Singkawang yang berbatasan langsung dengan laut Natuna serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana airnya mengalir dari pegunungan melalui sungai menuju ke muara laut. Melihat perkembangan Singkawang yang dinilai oleh mereka yang cukup menjanjikan, sebagian besar penambang tersebut beralih profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di kota tersebut. Tak sedikit para penambang tersebut yang akhirnya tinggal dan menetap di Singkawang.

Adat Leluhur

         Meski secara fisik maupun budaya ada yang berasimilasi dengan penduduk pribumi, mereka juga tetap mempertahankan adat istiadat leluhur yang dipertahankan hingga kini. Karena pada umumnya mereka penganut Kong Hu Cu dan Buddha maka perayaan Tahun Baru China menjadi tradisi istimewa yang senantiasa mereka rayakan.
Saat perayaan Tahun Baru Cina dan Cap Gomeh berlangsung, Singkawang yang juga kaya potensi wisata alamnya ini menjadi kota yang paling ramai untuk merayakannya. Banyak kegiatan-kegiatan atraktif dilaksanakan dalam acara ini mulai dari pertunjukan barongsai, pawai tatung, bakar kapal/perahu naga, pertunjukan seni tari dan sebagainya. Tidak heran, saat suasana Imlek biasanya kota mungil itu mampu menyedot wisatawan dari manca negara.
Seperti halnya tradisi etnis Tionghoa di Semarang, bagi warga peranakan di Singkawang perayaan Imlek selalu dirayakan selama 15 hari berturut-turut dan hari puncak ke-15 disebut dengan Cap Go Meh. Dalam tradisi Tionghoa berarti malam ke-15 yang merupakan puncak perayaan Imlek dan Cap Go Meh dirayakan secara khusus. Jika ditelaah kembali, Cap Go Meh di Indonesia sendiri merupakan perpaduan budaya Tiongkok dan Indonesia, yakni adanya lontong Cap Go Meh. Lontong adalah makanan asli Indonesia, sedangkan Cap Go Meh adalah tradisi yang lahir dari Imlek.

logo
Copyright © 2008 by Arts of Meidy's.
Original Template by Clairvo