separate
logo

Nov 29, 2009

meidy

Kisah Persahabatan Tikus dan kucing

Tahukah reader bagaimana asal muasal mengapa tikus dan kucing sampai hari ini bermusuhan?

Alkisah, hiduplah sepasang sahabat: seekor kucing bernama Meong dan seekor tikus bernama Mencit. Mereka selalu melakukan kegiatan bersama-sama, mencari tempat tinggal, bermain, dan mencari makan.

Musim dingin segera tiba. Kedua sahabat itu berunding bagaimana cara agar punya persediaan makanan yang cukup. Pembagian tugas pun disepakati. Mencit bertanggungjawab mengintip dapur orang untuk melihat-lihat apakah ada makanan, sedangkan Meong mendapat tugas mengangkut dan menyimpan makanan tersebut di tempat yang hanya mereka berdua saja yang tahu.

Demikianlah mereka mulai bekerja. Setelah berkeliling beberapa lama, Mencit berhasil menemukan toko yang menjual madu. Dia pun kembali ke Meong dan bersama-sama menyusun siasat. Setiap malam dari kejauhan mereka mengintai toko tersebut. Ketika situasi sudah sepi, Meong dengan gesit masuk ke toko, mengangkut, dan menyimpan madu tersebut ke dalam baskom besar di bawah altar gereja yang letaknya tidak jauh dari toko tersebut.

Suatu saat, timbullah niat culas si Meong. Dia membayangkan betapa nikmatnya menikmati madu tersebut sendirian tanpa sepengetahuan sahabatnya.

Dia pun mendatangi si tikus. "Mencit, hari ini aku absen bekerja ya, soalnya ada saudara sepupuku yang berulangtahun. Aku harus hadir karena dia sangat dekat dengan aku,dan lagi pula aku sudah berjanji Minggu lalu."

Tanpa curiga Mencit membiarkan Meong pergi. Dengan sembunyi-sembunyi si Meong pergi ke bawah altar gereja dan mencicipi madu yang sudah mereka kumpulkan. Sesudah puas dan kenyang, dia pun kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Seminggu kemudian, timbul lagi rasa ingin menikmati madu itu. Dia pun berkata,"Mencit, hari ini aku harus pergi lagi. Seorang keponakanku baru lahir dan ada syukuran untuknya. Aku harus hadir karena aku mendapat tugas memberikan kata sambutan."

Lagi-lagi Mencit membiarkan sahabatnya pergi, dan dengan leluasa Meong kembali menyantap madu.

Beberapa waktu kemudian, timbul lagi godaan. Meong pun mencari alasan baru. "Mencit, aku harus pergi lagi hari ini. Ada pesta syukuran seorang kerabatku yang memasuki rumah baru. Aku mendapat tugas sebagai penyambut tamu, dan aku mohon izin ya." Demikianlah dia pergi ke bawah altar gereja, dan kali ini menghabiskan seluruh madu yang tersisa.

Ketika musim dingin tiba, kedua sahabat ini pun mengasingkan diri ke bawah altar gereja untuk menghabiskan waktu. Tetapi alangkah kagetnya Mencit, karena ternyata madu sudah habis.

"Wah, ternyata ada pencuri. Sialan! Kita yang bekerja keras, pencuri itu dengan enaknya menghabiskan madu, "kata Meong dengan pura-pura kesal.

Tetapi Mencit berkata, "Tampaknya, pencurinya ada di dekat sini deh."

"Di mana dia? Biar kuhajar," geram si Meong bersandiwara.

"Oh, tidak perlu, karena pencuri itu kamu sendiri kan," tegas si Mencit."Bukankah waktu kamu izin pergi sebanyak tiga kali dengan alasan merayakan ulangtahun, merayakan kelahiran keponakanmu, dan syukuran rumah saudaramu, sesungguhnya kamu ke sini? Kucium sayup-sayup bau madu saat kau pulang, namun kecurigaanku waktu itu tidak terlalu besar. Namun kini aku sadar, ternyata kamu adalah teman yang tidak bisa dipercaya. Cukup sampai di sini persahabatan kita. Lebih baik jadi musuh yang terang-terangan daripada musuh yang mengenakan jubah persahabatan."

* * * *

Pesan apakah yang ingin disampaikan cerita ini? Satu kata: integritas. Integritas adalah kemampuan untuk berkomitmen, bersetia memenuhi kesepakatan demi tujuan bersama. Sama seperti Meong dan Mencit berjanji bekerjasama dengan tujuan mengumpulkan madu sebagai persiapan musim dingin, demikianlah integritas mestinya terjaga antara keduanya.

Integritas harus kita jaga dengan sepenuh hati, karena kalau tidak, akan mengakibatkan kerugian yang banyak. Dalam kisah di atas, rusaknya integritas Meong menyebabkan rusaknya perkawanan dan persahabatannya dengan Mencit yang sudah terjalin begitu akrab dan lama. Itu berarti, sekali melanggar integritas, sama saja dengan memutuskan hubungan-hubungan dengan sekeliling. Putusnya persahabatan, hilangnya pelanggan, pecahnya hubungan oran tua dan anak, atau rusaknya hubungan antara atasan dan bawahan adalah akibat hancurnya integritas.

Pelanggaran integritas menyebabkan kita menjadi manusia yang tidak lagi bisa dipercaya. Ketika membuat komitmen, ada rasa percaya bahwa dengan kerjasama tersebut akan dihasilkan manfaat yang saling menguntungkan. Namun, saat integritas dilanggar, hancurlah semuanya.

Seorang raja pernah berkata, kalau kehilangan uang, kita kehilangan sedikit; kalau kehilangan kesehatan kita kehilangan banyak; tapi kalau kehilangan integritas, kita kehilangan segalanya.

Kiranya nurani kita tetap teguh mempertahankan integritas.

Tafsir lainnya, silahkan dipetik.

Nov 14, 2009

meidy

Bekerja Sambil Kuliah??? Mungkin eggak Ya???

Bekerja merupakan rutinitas yang terkadang membuat Reader merasa seperti tidak ada waktu lagi untuk mengerjakan hal lain di luar pekerjaan. Bagi Reader yang baru saja memasuki dunia kerja setelah melewati jenjang perkuliahan, tentu saja ada jenjang berikutnya yang harus dilewati dan tentunya lebih menantang dibandingkan jenjang sebelumnya.

Dalam tahap awal Reader bekerja banyak sekali hal asing yang Reader belum ketahui, untuk itu, penting adanya adaptasi dalam lingkungan kerja. Contohnya saja adaptasi dalam bertingkah laku, cara bekerja, cara berfikir, menerepakan nilai-nilai kehidupan, hingga adaptasi dalam menentukan tujuan. Semuanya memang akan terasa sangat sulit diawal, dan tidak sedikit yang mengalami stres akibat adaptasi lingkungan kerja, tetapi jangan khawatir, justru stres dapat memacu kelenjar adrenalin yang menyebabkan Reader dapat bekerja lebih keras. Dengan demikian, stres membuat Reader menjadi selangkah lebih maju. Tetapi tidak sedikit yang merasakan gagal dan pada akhirnya memutuskan untuk mengubah haluan dengan mencari pekerjaan baru. Semua pilihan ada ditangan Reader.

Reader menjalani rutinitas yang begitu panjang, mungkin sempat tersirat dibenak Reader bahwa ilmu yang Reader dapatkan dibangku sekolah dan kuliah tidak begitu banyak terpakai didalam pekerjaan Reader. Pikiran Reader tidak banyak digunakan dibandingkan dengan energi yang lebih banyak terserap dan menuntut banyak kekuatan fisik, sehingga Reader merasa otak Reader menjadi tumpul karena terjebak dengan rutinitas yang ada.

Pernahkah Reader berfikir untuk mengasah otak dan keterampilan walaupun Reader sudah bekerja seperti halnya dengan berkuliah, sedangkan hari libur hanya Sabtu dan Minggu. Sebagian orang pasti berfikir mana sempat. Sibuknya pekerjaan begitu menyita waktu, apalagi ditambahkan untuk berkuliah. Banyak program-program yang ditawarkan untuk Reader yang bekerja tetapi ingin melanjutkan kuliah, seperti kuliah ekstensi dihari Sabtu dan Minggu, master degree reguler Senin-Sabtu di malam hari, dan masih banyak lagi program yang ditawarkan oleh kampus atau Universitas yang ada. Sebelum memutuskan untuk bekerja sambil kuliah ada baiknya memikirkan beberapa hal berikut ini dengan matang :

Biaya. Budget yang Reader keluarkan sudah pasti tidak sedikit. Pikirkan banyaknya biaya kuliah yang harus dikeluarkan, perhitungkan juga biaya transport dan makan. Setelah itu, lakukanlah penghematan untuk hal yang sifatnya sekunder, agar cashflow tidak membengkak.

Kenali sistem birokrasi perusahaan. Jika Reader merupakan karyawan baru yang baru saja memulai bekerja, lebih baik Reader simpan dulu keinginan Reader untuk melanjutkan kuliah, karena saat Reader memutuskan untuk kembali kuliah Reader harus bisa melakukan negosiasi dengan pihak kantor untuk mengatur jam kuliah Reader. Awal Reader bekerja biasanya perusahaan ingin menilai seperti apa kinerja Reader dan seberapa loyal Reader dengan perusahaan. Jika baru awal saja Reader sering minta izin, bagaimana reputasi Reader bisa baik dimata perusahaan.

Pengaturan Waktu. Harus pintar dalam mengatur waktu antara padatnya jadwal pekerjaan seperti deadline, meeting, lembur dengan tugas kuliah. Buatlah jadwal kegiatan Reader sebaik mungkin. Tanamkan di dalam diri Reader prinsip kerja keras, karena tujuan kuliah juga merupakan investasi di masa yang akan datang, jadi jangan sia-siakan waktu Reader untuk hal yang tidak berguna. Tetap konsisten menjalani jadwal yang sudah Reader buat.

Buatlah Keputusan. Buatlah keyakinan dalam diri Reader bahwa pekerjaan kantor dapat di kombinasikan dengan tugas-tugas kuliah. Jika tidak, sebaiknya Reader membuat keputusan antara kerja atau kuliah. Karena keduanya sama-sama penting, jika pada akhirnya Reader harus berhenti bekerja untuk sementara waktu menyelesaikan kuliah, jangan disesali karena kuliah juga merupakan aset bagi hidup Reader. Setelah itu kejarlah ketinggalan Reader setelah Reader kembali ke dunia kerja. Jika menurut Reader pekerjaan lebih penting daripada kuliah, buatlah keputusan untuk tidak berkuliah, karena terkadang kita tidak dapat melakukan pekerjaan dalam satu waktu.

Jadi, siapkah Reader melakukan kerja sambil kuliah ?

Nov 7, 2009

meidy

Inilah Cara Ampuh Merencanakan Karir

Semua orang yang bekerja, termasuk juga Reader, menginginkan karir yang dapat berkembang dan terus mengalami kemajuan. Namun, realitanya dalam dunia kerja saat ini, banyak sekali orang yang justru gagal dalam meniti karir mereka. Kebanyakan hal ini disebabkan karena tidak ada atau kurangnya perencanaan dalam memprediksi kemajuan karir Reader ke depannya.

Jika Reader berbicara tentang karir, maka secara tidak langsung Reader membicarakan peluang. Setiap pekerjaan yang diberikan oleh atasan merupakan peluang bagi Reader untuk memberikan hasil yang maksimal dalam pekerjaan Reader. Saat atasan Reader akan memberikan penilaian yang baik itu pastinya akan menjadi sebuah peluang yang bagus untuk Reader dalam berkarir di perusahaan tempat Reader bekerja.

Dalam menghadapi perkembangan dunia kerja yang serba cepat sekarang ini, perencanaan yang matang akan sangat membantu Reader dalam membangun karir yang cemerlang. Kalau saja Reader amati lagi sekarang ini, hampir setiap orang mengerjakan pekerjaan mereka tanpa perencanaan yang jelas sehingga kebanyakan dari mereka ini tidak mengalami kemajuan selama ia bekerja dalam suatu perusahaan. Untuk itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi Reader untuk memikirkan langkah – langkah apa saja yang akan Reader ambil demi mendapatkan peluang karir yang lebih baik lagi nantinya.

Reader bisa mulai menyusun beberapa rencana kerja dari beberapa hal kecil yang sebenarnya merupakan dasar pemikiran dalam merencankan pekerjaan Reader :

1. Tanamkan keyakinan yang kuat dalam diri Reader, bahwa seberat apapun pekerjaan yang diberikan pasti dapat Reader selesaikan dengan baik dan maksimal.

2. Kenali kemampuan dan potensi yang ada dalam diri Reader sehingga Reader bisa memprediksi, jenis pekerjaan apa yang memungkinkan Reader untuk mengeksplorasi semua potensi yang Reader miliki.

3. Amati rutinitas, perilaku, serta budaya organisasi yang ada berlaku di perusahaan Reader, khususnya pada tingkatan karyawan tempat Reader bekerja. Coba perhitungkan sebesar apa kemungkinan Reader untuk dapat mengembangkan karir.

Tentukan langkah dan strategi yang akan Reader ambil. Kumpulkan ide – ide serta pengalaman yang telah Reader dapatkan selama bekerja. Pelajari hal apa saja yang menjadi nilai tambah bagi Reader dalam bekerja dan pastikan bahwa langkah tersebut akan memberikan keuntungan bagi Reader dan perusahaan tempat Reader bekerja.

May 16, 2009

meidy

Catatan tentang Generasi Muda Tionghoa Saat Ini



Pendahuluan
Sebagaimana dipahami bahwa kehidupan orang Tionghoa di Indonesia selalu mengikuti suasana politik Indonesia. Era pra penjajahan, penjajahan, kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, era Reformasi/Pasca Orde Baru. Pada dasarnya keamanan dan rasa aman orang Tionghoa mengikuti selera penguasa pada era yang bersangkutan.
Era reformasi dimana kualitas demokrasi membaik begitu cepat ternyata membawa dampak yang positif dari sudut pembangunan rasa kebangsaan. Pada era yang lalu, hampir semua yang berbau Tionghoa dilarang, bahasa mandarin, nama tiga suku dan seterusnya. Seingat saya, alasan utama pelarangan dari penguasa waktu itu adalah keresahan masyarakat. Anehnya, begitu kita masuk pada era reformasi dan semua pelarangan itu dihapuskan, masyarakat tidak ada yang resah bahkan menerima. Paling tidak, dapat diukur dari hadirnya berbagai media massa beraksara mandarin dan tidak ada keberatan mengenai hal itu.


Generasi Muda Tionghoa
Untuk saat ini, saya mendefinisikan generasi muda Tionghoa adalah mereka yang lahir setelah berdirinya Orde Baru sampai mereka yang telah remaja saat kejatuhannya. Definisi ini tentu akan lapuk dengan sendirinya dalam beberapa tahun mendatang.
Salah satu ciri utama dari generasi muda Tionghoa saat ini adalah asing dalam menggunakan istilah Tionghoa untuk percakapan sehari-hari. Istilah itu mulai digunakan kembali oleh Habibie selaku Presiden RI setelah Kerusuhan Mei itu. Mereka dibesarkan dengan istilah “WNI Keturunan”.  Bagi Alexander Ferry waktu itu, yang kemudian menjadi pendiri dan koordinator Jaringan Tionghoa Muda, istilah Tionghoa itu “Jurasic banget”.
Sejauh saya ketahui, tidak ada literatur yang membahas mengenai keberadaan generasi muda Tionghoa. Satu satunya yang ada dan masih jauh dari selesai adalah penelitian dari Charlotte Setijadi untuk disertasi doktoralnya di La Trobe University (Australia) dengan tema “Negotiating Chineseness: Young Jakarta Chinese in post Soeharto Indonesia”. Dengan demikian terdapat kesulitan untuk mendapatkan referensi.
Oleh karena itu, catatan ini dimulai dari hal yang paling mudah ditemui, yaitu tampilnya sederetan artis Tionghoa dalam dunia entertainment Indonesia pasca reformasi. Hal ini berbeda dengan periode Orde Baru yang minim sekali dengan penampilan artis Tionghoa. Tersebutlah Delon, Agnes Monica, Olga Lydia, Leoni, Tina Toon, Thomas Nawilis, Roger Danuarta, VJ Daniel dan seterusnya. Sederatan artis ini mempunyai beberapa kesamaan diantaranya: mereka tidak menyangkal asal usul Ketionghoaannya dan tetap diterima oleh pasar. Pasar disini adalah sebuah pasar yang sangat besar yang terdiri dari ratusan juta orang non Tionghoa. Dengan kata lain, mereka tidak menjadi artis karena dukungan pasar orang Tionghoa.

 
Hal berikutnya adalah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Dalam pengamatan saya, perguruan tinggi swasta yang didominasi oleh mahasiswa Tionghoa tidak memproduksi dalam jumlah yang cukup banyak atas tokoh Tionghoa dalam pengertian sosial politik. Sungguhpun demikian terdapat Ulung Rusman [FORKOT/ FAMRED], Christine Susana Tjhin [CSIS] dan Wahyu Effendi [GANDI] yang lulus dari Universitas Tarumanagara..
Dilain pihak, perguruan tinggi negeri pada era Orde Baru terdapat kuota 10% untuk alokasi  mahasiswa golongan “Keturunan”. Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan pertama sejak jatuhnya Suharto, Juwono Sudarsono, menaikkan kuota itu menjadi 15%. Kenaikan kuota itu adalah bagian dari berbagai kebijakan Pemerintah diawal reformasi seperti halnya peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa pungutan, penghapusan penataran P4, pemberhentian penayangan film G30S/PKI dan seterusnya.  
Dengan kata lain keberadaan mahasiswa Tionghoa pada perguruan tinggi negeri sangat sedikit. Namun demikian, perguruan tinggi negeri lancar dalam melahirkan tokoh-tokoh muda Tionghoa. Tersebutlah Summa Mihardja [UI], Ester Jusuf [UI], Surya Tjandra [UI], Robertus Robet [UI], Hendri Kuok [UGM], Rebeka Harsono [UGM], Kristan [UNIJA d/h IKIP Jakarta], Ponidjan [IKIP Medan], Ignatius Haryanto [UI], Susanto [UnSri], Sutta Dharmasaputra [UGM], dan seterusnya. Mereka semua dilahirkan saat perguruan tinggi negeri mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah, berbeda dengan keadaan status perguruan tinggi negeri sekarang yang mandiri dalam keuangan.  


Selain kedua hal diatas, terdapat satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan. Yaitu, mereka yang berkesempatan menyelesaikan studi S1 di luar negeri dengan biaya sendiri [bukan bea siswa]. Sejauh pengamatan saya, hampir tidak ada dari kelompok ini yang turut dalam pergerakan komunitas Tionghoa maupun berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan atau politik. Mereka umumnya sibuk meneruskan usaha orang tuanya dibidang industri maupun perdagangan. Ataupun, menjadi eksekutif. Apabila Hadi Soesastro dan Kwik Kian Gie adalah lulusan S1 dari luar negeri (Eropa), sosok seperti itu belum saya temui sekarang. Kelompok tersebut diatas ini tidak bisa dibilang sedikit dan mau tidak mau dapat memainkan peranan tersendiri sekalipun mereka mungkin tidak menyadarinya. Potensi jenis  ini sangat besar dan sudah harus dimulai dipikirkan untuk membinanya.
Disamping itu, terdapat berbagai kegiatan generasi muda Tionghoa yang lebih bersifat kebudayaan. Setelah reformasi mulai stabil, mereka baru bermunculan. Misalnya, unit kegiatan mahasiswa di Universitas Bina Nusantara bernama Bina Nusantara Mandarin Club [BNMC] dengan kegiatan utama dibidang kebudayaan, diantaranya menyelenggarakan kursus bahasa Mandarin. Menarik diperhatikan bahwa terdapat banyak mahasiswa non Tionghoa turut dalam kegiatan ini (sekitar 30%). Kepada mereka diberikan nama Tionghoa. Tahun 2007 juga ditandai dengan adanya kompetisi Barongsai Internasional , diselenggarakannya acara dengan nama “Chen Sing” oleh Indosiar , maupun Koko dan Cici Jakarta 2007. 


Berbagai hal tersebut diatas tentu saja adalah sebuah penelusuran amatiran dan terburu-buru. Sama sekali bukan suatu penelitian dengan metoda ilmiah. Mungkin sekali tidak dapat dianggap mewakili keberadaan Tionghoa muda secara keseluruhan, karena mungkin banyak yang belum terpantau. Tetapi demikianlah data yang ada pada saya sekarang.
Lantas, bagaimana peran generasi muda Tionghoa saat ini. Kiranya jawaban adalah bahwa peranan dari generasi muda Tionghoa saat ini adalah harus sama dengan generasi muda Indonesia yang lain. Tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Itu adalah prinsip dasar dari kesetaraan.
Namun demikian, terdapat karateristik tersendiri yang membuat harus adanya sedikit penanganan tersendiri. Tekanan itu begitu hebatnya dari periode Orde Baru telah membentuk karateristik tersendiri. Berbagai karateristik “minority complex” itu sudah saatnya untuk mulai diperbaiki. Diantaranya perasaan selalu siaga dan curiga, didiskriminasi dan seterusnya. Namun demikian kewaspadaan tentunya tetap harus terjaga. Masa yang indah ini bisa berakhir.


Adalah kebijakan dimasa lalu untuk menjauhkan orang Tionghoa untuk bergabung dalam struktur pemerintahan seperti birokrasi, TNI/Polri dan seterusnya. Masa lalu telah berhasil membentuk pola pikir dikalangan Tionghoa bahwa pemerintahan bukanlah tempatnya dan tempatnya adalah bidang perekonomian. Kiranya penting untuk disampaikan bahwa sebaliknya terdapat kenyataan pada masa Orde Baru dimana terdapat  banyak pengawai negeri dari kalangan Tionghoa dan beberapa diantaranya dapat menduduki jabatan sampai tingkat direktur [dibawah direktur jenderal].
Apabila dicermati lebih jauh, tidak ada yang salah kiranya apabila seseorang memilih hidupnya dibidang perekonomian. Sekalipun tidak memiliki data yang akurat, kiranya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa orang Tionghoa berperan penting dalam membangun industri di negaranya ini. Bagaimanapun juga negara dan bangsa ini membutuhkan perekonomian yang kuat. Dan kami bangga dapat berperan besar membangun negara dalam bidang perekonomian, paling tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan pajak.
Penting dipahami bahwa terdapat kesetaraan dalam menentukan pilihan profesi. Menentukan pilihan profesi dibidang ekonomi kiranya setara dan sama baiknya dengan bergabung di dalam struktur pemerintahan. Satu tidak lebih baik dari yang lain.
Tahun 2007 bagi Kepolisian Indonesia tercatat sebagai tahun dimana untuk pertama kalinya terdapat seorang taruna Tionghoa diantara 300 taruna, namanya Law Kaun Kwang alias Heppy Saputra, lulusan S1 Bina Nusantara. Hal ini disampaikan sendiri oleh Wakapolri Makbul kepada Antara.  Untuk melahirkan di Kwang yang lain, baik untuk dilakukan sosialisasi karier pada struktur pemerintahan di kantong kantong generasi muda Tionghoa, misalnya sekolah maupun kampus.


Organisasi Tionghoa


Terdapat berbagai organisasi dengan nuansa Tionghoa. Sebenarnya organisasi organisasi ini telah ada sebelumnya, termasuk pada jaman pra reformasi. Termasuk dalam pengertian organisasi Tionghoa adalah perkumpulan marga, rumah abu, rumah ibadah, budaya (barongsai, musik) maupun sosial kemasyarakatan, dan seterusnya.  
Adanya berbagai organisasi ini pada dasarnya untuk dilihat sebagai sarana dan bukan tujuan akhir. Adalah baik apabila generasi muda Tionghoa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan dan dipercaya oleh masyarakat yang bersifat umum ataupun non Tionghoa.
Berbagai sosok dapat dijadikan referensi atas karya yang pernah dibuatnya. Susanto, misalnya, dipercaya sebagai Ketua Umum dari Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern. Juga, Suma Mihardja adalah Ketua Dewan Koordinator Keluarga Besar Universitas Indonesia (KB-UI). Atau, M. Gatot yang terpilih menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (MPO) se Jakarta. Ulung Rusman, pendiri FORKOT dan FAMRED, kelompok mahasiswa demostran pada masa tumbangnya rejim yang lalu. Stanley dipercaya anggota Komnas HAM. Hendri Kuok sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum. Saya kira masih banyak yang lain.
Mereka semua hadir ditengah masyarakat, dan dipercaya, dengan tidak menyangkal keberadaan dirinya, ketionghoaannya.


Apabila keterlibatan seperti ini terus dilakukan dan dibudayakan, hal ini sedikit banyak akan berakibat positif. Minimal mengurangi gesekan-gesekan antar kelompok pada berbagai organisasi Tionghoa. Pemilihan ketua dari sebuah organisasi Tionghoa sudah pasti terdapat orang/kelompok Tionghoa yang saling berhadapan. Sering terdengar bahwa berbagai pertengkaran seperti itu berbuntut panjang. Dalam pengamatan saya, generasi senior Tionghoa sering terjebak dalam suasana seperti ini.
Dilain pihak, kepercayaan yang diberikan kepada sosok Tionghoa dari masyarakat non Tionghoa akan turut membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Konsentrasi, waktu dan tenaga yang dihabiskan pada berbagai kegiatan yang bersifat umum tadi akan menjadi jauh lebih efektif dan efisien ketimbang terlibat dalam pertengkaran internal. Pandangan negatif terhadap orang Tionghoa yang ditumbuh kembangkan di masa lalu dapat diatasi. Sejauh ini banyak sosok generasi muda Tionghoa, sebagaimana telah disebut diatas, sering “terjebak” dalam suasana ini.  
Namun demikian, tidak berarti berbagai organisasi Tionghoa kehilangan fungsi strategisnya. Berbagai organisasi Tionghoa harus tetap eksis karena ini tetap mempunyai peran penting dalam berbagai hal, diantaranya sebagai sarana membangun komunikasi dan jaringan, koordinasi, informasi, maupun menggalang dukungan. Organisasi Tionghoa harus lebih terlibat aktif dalam “Talent Scouting” dan persemaian kader muda Tionghoa. Generasi senior harus memberikan dukungan penuh dan riil kepada generasi muda yang berbakat untuk tampil dalam pentas nasional.
Penutup


Dapat disimpulkan bahwa generasi muda Tionghoa harus menyadari betul adanya perubahan jaman. Era penuh ketakutan dan tekanan sudah lewat. Bagi saya, saat ini adalah periode akhir dari era transisi. Hal ini mengingat telah banyak sekali masalah Ketionghoaan sudah dibereskan sekalipun belum semua.
Oleh karena itu, perlu terdapat pola hidup baru dikalangan generasi muda Tionghoa, yaitu bagaimana menjalani hidup merdeka sebagai warga negara.

* Disampaikan pada diskusi yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) pada tanggal 22 November 2007 bertempat di MGK, Jakarta, dengan tema “Peran Kaum Muda Tionghoa Dalam Pembangunan Bangsa”.

 

Sumber : Ivan Wibowo

Apr 18, 2009

meidy

Review Buku : "Chinese Democracies, A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884)" - Dr. Yuan Bing Ling

 

Dr. Yuan Bingling adalah seorang peneliti wanita lulusan Fudan University yang melanjutkannya di Institute of Nanyang Research of the University of Xiamen. Artikel tentang keramik Dehua itu juga sangat informatif dan menarik dari Dr. Yuan, dimana sangat jarang ditemukan tulisan yang membahasnya, walaupun keramik ini banyak dijumpai di Indonesia. Buku "Chinese Democracies, A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884)" yang ditulis oleh Dr. Yuan ini dibuat berdasarkan hasil disertasinya di Universitas Leiden, Belanda. Memang sukar untuk mendapatkannya buku tersebut di Indonesia yang diterbitkan di Leiden University, Netherland itu dan alangkah baiknya juga kalau buku ini dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia nantinya.

Buku-buku mengenai sejarah republik kongsi di Kalbar saat kini masih langka atau sangat terbatas. Dr. Yuan sendiri dalam penelitiannya, selain melakukan penelitian di lapangan (Kalbar), ia banyak mendapatkan bahan dan data dari arsip-arsip dan dokumen pemerintahan Hindia Belanda yang tersimpan di Leiden.


Tetapi dalam penelitiannya di Indonesia Dr. Yuan BL tidak berhasil mendapatkan akses ke Arsip Nasional walaupun telah berusaha dengan berbagai upaya dan tidak diketahui apa alasannya, apakah ini sebuah faktor kesengajaan atau birokrasi? Karena ketika itu masih jaman Orba yang mempunyai versi sejarah sendiri saat penelitian dilakukan.


Bahkan dalam buku "Sejarah Nasional Indonesia" yang disusun oleh Nugroho Notosusanto dan M. Djoened Poesponegoro tidak disebutkan sekalipun mengenai perang atau perlawanan melawan Belanda itu, terutama dalam buku jilid 4 yang membahas hampir semua perlawanan terhadap kolonialisme pada periode 1800-1900 di wilayah lainnya Indonesia, kecuali di Kalbar . Hal ini dapat terjadi mungkin karena sejarah perang Kongsi dengan Belanda di Kalbar tidak atau belum diterima (diakui) sebagai bagian dari historiografi sejarah nasional Indonesia atau sedikit tulisan dan penelitian sejarah mengenainya. Kalaupun ada hanya dicantumkan sepintas saja dan disebutkan hanya sebagai pemberontakan Cina terhadap Belanda saja dan bukan sebagai perlawanan terhadap kolonial Belanda.


Bukunya sendiri mempunyai 354 halaman. Hampir semua chapter telah dimasukkan kedalam website www.xiguan.net ini (diakses bulan juni 2007), kecuali appendices, bibliography dan index. Mungkin ada baiknya juga jika dapat dilengkapi lagi dengan appendices-nya yang berjumlah 12 appendices (54 hal), karena banyak toponim, nama orang dan peranannya serta istilah bahasa Tionghoa dan nama-nama organisasi kongsi lainnya dicantumkan dalam appendices itu.


Hal yang menarik dalam tulisan Dr. Yuan ini dan berbeda dengan pengertian atau persepsi banyak orang sampai kini adalah mengenai peranan Lanfang kongsi, terutama dalam peperangan dengan Belanda.
Pendapat Dr. Yuan identik dengan Mary Somers Heidhues (Chinese Settlement in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories) yang mengatakan bahwa "Heshun Zongting" kongsi di Montrado (50 km sebelah utara Mandor) yang didirikan tahun 1776 lebih besar dan tua daripada Lanfang kongsi yang didirikan oleh Luo Fangbo (Low Lan Pak / Luo Fangkou) pada tahun 1777.
Menurut Dr. Yuan sejarah Kongsi di Kalbar sesungguhnya adalah sejarah Kongsi Montrado, merekalah yang memberikan perlawanan dengan gigih untuk mempertahankan kebebasannya terhadap Belanda dan bukan Lanfang Kongsi (The history of the Chinese kongsis is therefore by and large that of the Montrado kongsi, and not of the Lanfang kongsi).


Pertempuran yang paling besar dan menentukan dalam peperangan antara kongsi dengan Belanda terjadi Montrado pada tahun 1853-1854. Lanfang kongsi sendiri luput dari serangan Belanda dalam perang tersebut. Dan baru ketika pemimpin Lanfang kongsi terakhir Liu Asheng, meninggal dunia di tahun 1884, Belanda datang untuk merebut dan menundukkannya, sehingga berakhirlah sejarah kongsi di Kalbar untuk selamanya, jadi setelah sekitar 30 tahun Montrado dikalahkan oleh Belanda
Dengan demikian lebih banyak dan mudah orang mengingatnya sejarah Lanfang di Mandor daripada Heshun di Montrado, selain itu tulisan- tulisan tentang sejarah kongsi banyak mengenai Lanfang daripada kongsi di Montrado (separti De Grott). Karena ini mungkin Dr. Yuan memilih judul bukunya "Kongsis of West Borneo" dan bukan Lanfang kongsi.
Tetapi pemimpin kongsi di Kalbar yang terkenal tetap Luo Fangbo (Low Lan Pak) yang mendirikan Lanfang Kongsi atau Republik Lanfang dan beristrikan seorang wanita Dayak.


Luo Fangbo adalah seorang Hakka dan tokoh sejarah yang besar dari Kalbar. Liang Qichao (tokoh reformator dari Tiongkok) juga pernah menulis sebuah artikel tentang riwayat hidup delapan perantau besar Tiongkok, dimana Liang mengangkat nama Luo Fangbo (Low Lan Pak) yang mendirikan Lanfang Kongsi atau Republik Lanfang itu sebagai salah satu yang tokohnya.


Kontribusi selain pertambangan ? Sejak tahun 1850 kongsi-kongsi sudah mulai melemah, dikarenakan peperangan dan persaingan antara mereka sendiri serta sumber pertambangan yang mulai menipis, akibatnya banyak orang Tionghoa mulai beralih ke sektor pertanian (seperti di Singkawang), perdagangan dan industri. Disektor ini masyarakat Tionghoa Kalbar relatif banyak memberikan kontribusi selain teknologi pertambangan emas yang maju, seperti teknologi pertanian panen ganda beras (double-cropped wet rice), teknologi tanaman penghasil gula (tebu), dan perintis perkebunan karet. Hal yang sama terjadi dengan orang Tionghoa di Bangka yang memperkenalkan teknologi pertambangan Timah dan tanaman Lada. (Mary Somers Heidhues: Chinese Settlement in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories)

Apr 4, 2009

meidy

Telur Atau Ayam?

 

Kita sering dibingungkan oleh pertanyaan, “apakah telur duluan ada, atau ayam duluan ada”. Sudah berabad-abad, untuk pertanyaan ini belum ada jawaban yang pasti. Setiap pertanyaan tersebut muncul, yang terjadi adalah perdebatan tidak berkesudahan.
Masa bodoh dengan pertanyaan itu! Tidak ada gunanya mencari jawaban atas pertanyaan itu! Demikian kesimpulan pertama saya tentang pertanyaan tersebut.


Dengan “perjalanan pencarian” yang saya lakukan; saya menyadari, saya dapat mengabaikan pertanyaan tersebut.
Tetapi, dalam kehidupan nyata, saya sering terjebak dalam keadaan seperti yang disiratkan oleh pertanyaan “telur duluan ada atau ayam duluan ada?” Banyak pertanyaan yang sifatnya seperti itu tidak dapat saya jawab. Banyak sekali hal-hal yang menimbulkan kebingungan harus duluan ini atau duluan itu? Hal tersebut kadang menimbulkan rasa “tidak percaya diri” dalam mengatasi banyak masalah. Tampaknya, mencari jawaban atas pertanyaan “telur duluan ada atau ayam duluan ada” tidak dapat diabaikan begitu saja.


Kalau saya mengatakan, “telur duluan ada”. Apa bukti dan argumen saya? Dan mereka yang menolak “telur duluan ada” dan menyatakan “ayam duluan ada”. Apa pula bukti dan argumen mereka? Bukankah yang menyatakan “telur duluan ada” atau yang menolak, sebenarnya sama sekali tidak ada pengetahuan yang pasti? Sama-sama sebenarnya tidak tahu mana yang duluan ada? Artinya, yang menyatakan “telur duluan ada” atau yang menyatakan “ayam duluan ada” sama-sama tidak dapat dibenarkan atau disalahkan. Dan masing-masing dapat diterima maupun ditolak? Ah… makin membingungkan!


Yang pasti, ada satu hal yang dapat dipastikan, baik yang menyatakan “telur duluan ada” atau “ayam duluan ada”, sebenarnya mereka tidak ada pengetahuan yang pasti.
Artinya kita sebenarnya tidak tahu “telur duluan ada” atau “ayam duluan ada.” Dan, kedua-duanya tidak dapat dinyatakan salah karena ada nilai kebenaran masing-masing. Di sini berlaku “kebenaran relatif”.
Akhirnya, saya menyadari pangkal permasalahan dari perdebatan yang tidak berkesudahan tersebut. Tentu disebabkan “ketidaktahuan dan kebodohan” kita sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan. Sebenarnya yang tahu hanyalah Tuhan (kebenaran absolut). Pertanyaan “telur duluan ada atau ayam duluan ada” sebenarnya tidak dapat dijawab oleh manusia. Tetapi saya telah mendapat satu jawaban dari “perjalanan pencarian saya” dari pertanyaan tersebut; akhirnya saya memahami di dunia ini akibat keterbatasan yang dimiliki manusia menyebabkan “ketidaktahuan dan kebodohan manusia”. Akibatnya berlaku “hukum relativitas”.


Perjalanan pencarian saya, belum menjawab permasalahan saya dalam mengatasi “telur duluan ada atau ayam duluan ada”. Tetapi saya menyadari perjalanan pencarian saya yang diprovokasi oleh pertanyaan ini, telah mengantar saya ke pintu “perjalanan pencarian berikutnya”. Yakni, pintu untuk memahami apa itu “kebenaran” dan “hukum relativitas”.
Dan, pertanyaan “telur duluan ada atau ayam duluan ada” akan tetap menjadi pertanyaan klasik bagi manusia untuk melakukan “perjalanan pencarian”. Apakah ada yang mau diprovokasi untuk menemukan “kebenaran”.


Sumber : Wakil Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Medan.

meidy

Nama Tionghoa yang Bangun dari Tidur Panjang

 

Era reformasi dan angin kebebasan membuat nama-nama Tionghoa hidup kembali. Haruskah nama marga diatur agar seragam?

Banyak kejadian lucu namun tragis yang dialami generasi muda Tionghoa di Indonesia menyangkut soal nama. Akibat kebijakan asimilasi dan kondisi politik selama pemerintahan Orde Baru, nama-nama pribadi maupun marga terkikis perlahan. Dampaknya beragam, tapi paling banyak adalah mereka tidak mengenali sanak saudaranya atau bingung dengan tingkat hubungan darahnya.

"Siapa sih dia? Tante? Atau jangan-jangan seangkatan dengan saya?" Kira-kira begitu kisahnya.

Datangnya angin reformasi memberi kebebasan warga Tionghoa untuk mengekspresikan tradisi melalui nama Tionghoa. Para orangtua yang masih menghargai tradisi leluhur, begitu bersemangat memberi nama Tionghoa kepada keturunannya. Meski akhirnya statusnya cuma pelengkap.

"Ini karena kebanyakan anak dari lahir sudah diberikan nama Indonesia, meskipun nantinya banyak orang tua yang memberikan nama Tionghoa," ujar Tirtahadi Sendjaja, Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi Antar Marga dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI).

Tidak ada pola tetap

Di Indonesia sendiri menurut catatan PSMTI ada sekitar 100 nama marga Tionghoa yang penyebarannya merata di seluruh daerah. "Sebenarnya lebih dari itu, namun yang terdata dan pernah kami kumpulkan ya sekitar jumlah itu" jelas Tirta.

Marga-marga yang dapat terdata oleh PSMTI beberapa di antaranya adalah Qiu, Gu, Tian, Wu, Tjoo, Thong, Liu, Lay, Yap, Xie, Feng dan Yi. Semuanya rata-rata memiliki komunitas yang berdiri sendiri dan rutin mengadakan pertemuan internal. Di luar komunitas itu, PSMTI kesulitan mendapat keterangannya.

Soal penyebaran marga ini, menurut Tirta, memang tidak memiliki pola tetap. Terbukti jumlahnya begitu merata. Bisa jadi pola itu dulu pernah ada, misalnya marga Qiu pertama kali datang langsung ke Purwokerto. Nah, setelah itu mengajak serta keluarganya, hingga marga itu dominan di daerah tersebut. "Tapi ini tidak bisa dipastikan di setiap daerah," papar pria yang juga menjabat sekretaris umum Perhimpunan Suku Hakka di Indonesia ini.

Ketika pemerintahan masa silam memberlakukan kebijakan asimilasi, wajar jika kemudian terjadi kebingungan di kalangan warga Tionghoa, lantaran nama-nama warisan leluhur itu berubah menjadi nama Indonesia. Aturannya juga tidak ada, sehingga akhirnya satu marga bisa beralih menjadi dua nama Indonesia. Marga Lim misalnya berubah menjadi Halim atau Salim.

Harus percaya diri

Dengan angin kebebasan saat ini, serta menyadari lunturnya pemahaman budaya peranakan di generasi muda, sejumlah tokoh senior peranakan Tionghoa memiliki pemikiran soal marga. Pendapat mereka, nama marga bisa menjadi salah satu faktor yang dapat menyelamatkan identitas budaya. Meski banyak pihak yang kemudian mempertanyakan pemikiran ini.

Tedy Jusuf, salah satu tokoh peranakan Tionghoa, berargumen bahwa saat ini marga adalah salah satu hal yang bisa dipertahankan untuk melestarikan budaya Tionghoa. Sebab selain menjadi bagian dari identitas, marga juga masuk dalam warisan budaya Tionghoa, laiknya pakaian adat, makanan dan tradisi lainnya. Karena itu keragaman warga Tionghoa juga perlu dirawat dan dipelihara dengan baik.

"Walau banyak generasi muda keturunan Tionghoa kini yang tidak bisa bahasa Mandarin, setidaknya mereka tahu dan bisa menuliskan marganya dalam bahasa Mandarin." tutur purnawirawan TNI tersebut.

Dalam pemikiran Tedy, sesuatu bisa disebut suku bukan hanya karena ada wilayah, tetapi juga budaya dan adat istiadat. Jadi ia menginginkan warga Tionghoa juga percaya diri menyebut diri sendiri suku nasional Indonesia. Lengkap dengan segala warisan budaya, dan adat istiadatnya termasuk marga yang masih dipakai.

Tentang perubahan nama marga yang sudah terjadi, Tedy hanya bisa berharap ada suatu aturan yang bisa memperjelas. "Sehingga meskipun marga Lim berubah menjadi Salim atau Halim semuanya bisa disamaratakan. Tujuannya agar jelas generasi-generasi peranakan Tionghoa selanjutnya tidak bingung akan marganya, akan budayanya," jelasnya.

Anda siap berubah nama?.

Nama ditentukan leluhur

Nama Tionghoa biasanya terdiri atas dua hingga empat karakter dengan komposisi: nama keluarga - nama generasi - nama diri. Ketiganya bertaut dengan indah, perlambang kebanggaan, status dan doa dari orang tua.

Berbeda dengan cara penanaman barat, penanaman Tionghoa menempatkan nama keluarga di awal kalimat. Nama yang diwariskan menurut garis ayah ini menjadi tanda sejarah, sekaligus simbol penghargaan dan kebanggaan terhadap leluhur.

Dari nama ini bisa dilihat jejak generasinya. Karakter kedua dalam nama Cina menandakan urutan generasi. Dalam 1 keluarga besar, kalangan saudara yang sederajat atau setara (dalam hal urutan hubungan darah) memiliki nama generasi dengan karakter yang sama.

Walau begitu, formula ini tidak selalu dipraktikkan di kalangan Tionghoa Indonesia. Terkait soal nama generasi misalnya, beberapa tak lagi tahu menahu tentang urutan generasinya. Kalaupun ada yang tahu, ia pastilah tergabung dengan perkumpulan marga atau memiliki rekam jejak lengkap tentang leluhurnya.

Sang leluhur yang punya andil menentukan generasi ini berdasarkan sebuah puisi atau bait didalamnya. Satu puisi dapat mengandung 16 hingga 24 karakter, jadi keturunan pertama hingga selanjutnya akan dinamakan seperti yang sudah ditentukan. Pada generasi ke-17 atau 25, maka nama generasi yang akan digunakan akan kembali ke karakter pertama.

Pemberian nama diri biasanya lebih mengarah pada gender atau jenis kelamin sang anak. AnakS lelaki akan dipilihkan nama-nama yang mencerminkan kemaskulinan seperti kekuatan dan keteguhan. Sedangkan anak perempuan, namanya mengandung unsur keindahan, kelembutan atau bunga.

 

Sumber : Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia

Mar 29, 2009

meidy

DESA KANKER YANG JADI DESA KEMATIAN DI CHINA

 

Udara dan air seharusnya memberikan kehidupan pada makhluk hidup. Namun tanpa
disadari, di sebuah di China udara yang dihirup tiap hari saat sekolah, bekerja
atau bahkan bermain di luar, perlahan-lahan telah membunuh penduduknya.
Desa-desa itu pun mendapat julukan 'desa kanker'.


Di Yunan, sebuah provinsi kecil di barat daya China, dilaporkan bahwa di sekitar
500 desa banyak penduduk yang sekarat dan meninggal karena berbagai kanker.
Xing Long, salah satu desa yang mendapat julukan 'desa kanker'. Dalam Bahasa
Indonesia, Xing Long berarti 'sejahtera', tetapi karena polusi desa itu telah
menjadi desa kematian dan desa kanker.
Warga Xing Long menggunakan air dari sungai Nanpan untuk mengairi sawah-sawahnya
yang kaya padi, sampai pabrik dibangun pada tahun 1998 yang mulai membuang
limbah kromium ke sungai, sehingga membuat semua ladang tak subur.
Anak tertua dari keluarga Wu hanya salah satu korban dari polusi. Dia meninggal
pada usia 15 tahun akibat leukemia (kanker darah) dan thymoma (tumor dari
kelenjar timus).


"Ketika ia masih kecil, ia akan pergi dengan kakeknya untuk mengembala domba dan
sapi. Kami dulu punya banyak sapi tetapi mati dan tidak tahu kenapa. Kami tidak
tahu tentang bahayanya (limbah kromium) sampai kami melihatnya di televisi,"
jelas ayahnya, seperti dilansir weirdasianews, Jumat (22/6/2012).
Kromium merupakan logam berat yang digunakan di dunia industri, seperti di
elektroplating. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kromium adalah
karsinogen, mematikan bagi manusia dan hewan bila digunakan dalam jumlah besar.
Seorang wakil dari Greenpeace mengatakan bahwa keasaman air Xing Long 200 kali
lebih tinggi dari biasanya. Ini berarti bahwa kulit seseorang mungkin gatal atau
terbakar hanya setelah kontak dengan air.
"Tapi kami tidak punya pilihan lain. Itu satu-satunya sumber kami," kata seorang
warga Xing Long sekitar sungai.
Di desa-desa lain, petani meninggal karena kanker hati. Juga telah dilaporkan
bahwa petani China kini empat kali lebih mungkin meninggal karena kanker hati
dari biasanya. Dan semua kematian ini diyakini sebagai akibat dari
industrialisasi dan polusi.


Meskipun pemerintah China mengatakan sudah ada upaya serius untuk menangani
masalah polusi, tampaknya hanya orang-orang di kota besar yang diberi perhatian.
Sementara itu, orang-orang di pedesaan dan daerah terpencil diabaikan.
"Pejabat pemerintah dan pengusaha adalah teman. Hal ini mungkin menjadi alasan
media China enggan melaporkan tentang tangisan dan permohonan dari orang yang
terkena dampak. Pabrik ini dilindungi oleh pemerintah. Itu sebabnya polusi
mereka juga dilindungi," kata seorang penduduk desa Xing Long yang marah.
Penduduk Xing Long juga mengatakan bahwa mereka hanya bisa menunggu dengan
khawatir dan melihat apa yang akan terjadi pada mereka di masa yang akan datang.

Mar 28, 2009

meidy

SETETES KEULETAN, MEMINDAHKAN SUNGAI

 

Alkisah, di sebuah desa yang terletak di atas bukit, seluruh kehidupan sedang
dilanda musim kering yang panjang. Sudah menginjak tahun keenam ini tidak ada
setetes air hujan pun yang menetes di desa itu. Suasana desa terasa sedih, putus
asa, dan merana. Wajah-wajah tanpa semangat, persis seseorang yang tak pernah
mandi atau cuci muka selama 7 hari 7 malam.


Di pinggiran desa tersebut, tinggal seorang lelaki setengah baya yang punya tiga
anak pria dewasa. Namun, semuanya memiliki sifat pemalas, tak pernah mau mencari
pekerjaan. Mereka selalu mengemukakan alasan: 'kan susah mendapat pekerjaan di
musim kering seperti ini. Mereka tidak pernah memperdulikan semua nasihat sang
ayah. Mereka lebih suka melamun dan tidur dalam menghabiskan hari-hari mereka.
Lelaki setengah baya itu teringat, di masa mudanya ia sering mengembara di
bukit-bukit desanya sampai ke seberang gunung. Ia ingat, di belakang bukit yang
mengelilingi desa itu, ada sebuah desa yang sangat subur. Mengapa ? Karena di
sana mengalirlah sungai yang tak pernah kering. Andai ada yang mampu memindahkan
gunung dan mengubah sedikit saja aliran sungai menuju desanya yang kekeringan,
maka desanya itu bakal memiliki air cukup, dan tak akan lagi kekeringan.
Namun, di desa itu tak seorang pun yang berani berpikir untuk memindahkan sang
gunung. Semua menganggap tidak mungkin terjadi, tidak mungkin. Menariknya,
lelaki setengah baya yang tinggal di pinggiran desa tadi akhirnya terpanggil
untuk menyelesaikan tantangan yang tidak mungkin itu. Di mana ada kemauan, di
situ ada jalan, katanya dalam hati.


Suatu hari, mengiringi fajar menyingsing, sang lelaki menyingsingkan lengan
bajunya, membulatkan tekadnya. Ia mengambil cangkul dan mulai berjalan dengan
gagah ke arah gunung tersebut. Mulailah ia bekerja keras dan tak kenal lelah
mencangkul dan mencangkul dari subuh hingga matahari tenggelam.
Setelah seminggu ia bekerja, akhirnya anak-anaknya pun mulai memperhatikan ulah
sang ayah. Mereka mulai mempertanyakan apa yang dikerjakan oleh ayahnya. Ketika
sayang ayah menceritakan ia ingin memindahkan gunung, ketiga anaknya pun tertawa
terbahak-bahak. Mereka menganggap ayahnya gila, dan malu melakukan hal yang tak
mungkin. Sang ayah terdiam saja tapi ia tetap melanjutkan pekerjaannya dari hari
ke hari.


Sebulan kemudian, cerita ini pun menyebar ke seluruh desa. Sang lelaki itu kini
malah dijuluki 'si gila' oleh semua warga desa. Ketiga anak lelaki itu lama-lama
malu juga dengan olokan warga desa kalau ayahnya 'gila'. Akhirnya suatu hari
mereka memutuskan untuk membantu ayahnya, sebab katanya: ayah kita tidak gila,
idenya saja yang gila, tapi tampaknya bukan mustahil. Sejak saat itu, ketiga
anak lelaki itu selalu ikut bersama dengan ayah mereka, mencangkul, membuat
sebuah terowongan melalui lembah gunung menuju sumber air di desa tetangganya.
Mereka berangkat subuh dan bekerja hingga matahari tenggelam.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, mereka tetap bekerja dengan sangat
keras dan tekun. Sampai suatu hari, warga desa pun mulai melihat sebuah
terowongan terbuka lebar di gunung desanya. Wah mereka baru mulai sadar dan
tanpa malu-malu mereka mulai mempunyai harapan nyata, tak lama lagi desa mereka
akan mendapat air dari desa tetangga di balik bukit itu.


Maka dengan harapan itu, mulailah satu demi satu, dan akhirnya seluruh warga
desa ikut bergabung untuk membantu mencangkul dan mencangkul dengan penuh
semangat. Tepat setahun lebih sebulan, terowongan itu mencapai sumber air di
desa tetangga dan mulai dapat mengalirkan airnya melalui terowongan yang mereka
buat melewati gunung itu. Sejak itulah warga desa tak pernah lagi kekeringan,
penduduk mendapatkan air untuk tanah pertaniannya, untuk hewan piaraannya,
bahkan untuk mandi dan mencuci.
Seperti kata bijak dari Zig Ziglar, "Kita bisa mengalahkan orang pintar, namun
kita sulit mengalahkan orang yang ulet."

Mar 27, 2009

meidy

BERSYUKUR KEPADA BULAN MENYANGKAL MATAHARI

 

Orang yang setiap hari mendapat perlindungan dan perhatian malahan tidak tahu
bersyukur, karena di siang hari terang, sinar matahari terasa berlebihan.

Ada sebuah cerita dari Yunani, pada suatu hari, ada seorang yang bertanya kepada
seorang kakek, matahari dan bulan mana yang lebih penting. Kakek ini setelah
berpikir cukup lama, lalu berkata, "Sudah pasti bulan, bulan lebih penting."

Orang itu bertanya lagi, "Kenapa bisa begitu?"

Kakek menjawab, "Karena bulan di malam yang gelap bisa memancarkan terang, pada
saat itu kita paling memerlukan cahaya, sedangkan di siang hari sudah terang,
matahari pada waktu itu bersinar tidak ada gunanya."

Kalian mungkin akan menertawakan kakek ini apakah sudah pikun, tetapi apakah
kalian tidak menyadari banyak orang yang berlaku demikian? orang yang setiap
hari menjaga dan memperhatikan Anda, tetapi Anda tidak akan merasakan apapun,
jika ada seorang asing yang lebih peduli sedikit kepada Anda, Anda akan
mengganggapnya sebagai seorang yang sangat baik.

Perhatian orang tua Anda, suami dan istri Anda selama ini, Anda akan
mengganggapnya sebagai hal yang wajar, mungkin Anda juga merasa kurang, begitu
orang luar atau asing melakukan sesuatu hal yang lebih baik sedikit, Anda akan
merasa tersanjung, dan akan sangat bersyukur kepadanya. Apakah bukan hal yang
membingungkan seperti bersyukur kepada bulan, dan menyangkal matahari?"

Matahari selamanya disana, orang akan melupakan cahayanya, ketika saudara kita
semua masih ada, kita akan melupakan kehangatan yang mereka berikan kepada kita,
seseorang yang selalu mendapat perhatian dan kasih sayang malahan tidak merasa
bersyukur, Apakah karena di siang hari memang sudah terang, cahaya matahari
dianggap sebagai berlebihan ? Bagaimana bila tidak ada matahari ?.

Mar 25, 2009

meidy

BATU GIOK HO !

jade-cincin.jpg-733345

Bian Ho adalah orang yang berasal dari negara Chu, dia menemukan sebuah batu
giok besar di pegunungan negara Chu, lalu dia mempersembahkan batu giok ini
kepada raja Chu Liwang.

Setelah diperiksa oleh ahli batu dinyatakan bahwa batu itu adalah batu biasa,
Chu Liwang merasa Bian Ho telah menipunya, lalu dia memotong kaki kanan Bian Ho.

Raja Chu Liwang kemudian wafat, setelah itu raja Wu naik tahta, Bian Ho sekali
lagi mempersembahkan batu giok ini kepada raja Wu, batu giok tersebut juga
dinyatakan sebagai batu biasa, Bian Ho sekali lagi dipotong kaki kirinya oleh
raja Wu.

Ketika Raja Wen naik tahta, Bian Ho membawa batu giok tersebut ke atas gunung
sambil memeluk batu tersebut dia menangis 3 hari 3 malam, sampai mengeluarkan
air mata darah, Raja Wen setelah mengetahui hal tersebut, memerintahkan ahli
batu giok membelah batu tersebut, ternyata didalam batu tersebut terdapat batu
permata yang sangat berharga, Raja Wen menyuruh ahli batu mengosok batu tersebut
sehingga menjadi batu giok yang cantik, lalu diberi nama "Batu Giok Ho".

Akhirnya batu giok Ho ini jatuh ke tangan Raja Zhouhui Wen, Raja Qin Zhouxiang
setelah mengetahui hal tersebut, mengirim utusan menyampaikan surat kepada Raja
Zhouhui Wen, menyatakan maksudnya ingin menukarkan 15 kota dengan batu giok Ho.
Karena 15 kota tersebut saling berhubungan, akhirnya ke 15 kota tersebut diberi
nama "tak ternilai" maksud dari nama kota tersebut adalah untuk menggambarkan
kota tersebut ditukar dari barang yang sangat berharga

meidy

SHAO YONG: MANUSIA AJAIB SEPANJANG MASA

 

Shao Yong (baca: shau yung, 1011 – 1077) ahli filsafat dan ahli Yi Jing (disebut
juga I Ching, ilmu peramalan Tiongkok kuno), dihormati orang dengan julukan
"Raja Suci Luar Dalam". Sejak remaja Shao sudah memiliki cita-cita tinggi dan
sangat cerdas.


Ia belajar dan mengasingkan diri di daerah lebih tinggi dari Kota Baiyuan,
tempat kelahirannya, di Gunung Shumen. Beberapa kali diundang ditawari jabatan
oleh dua kaisar Dinasti Song namun selalu ditolak dengan halus. Pada usia 38
tahun, ia pindah ke Kota Luoyang, sering berwisata dengan teman karibnya Sima
Guang dan lainnya.


Berdasarkan teori otentik yang dibentuk Bagua (delapan diagram atau simbol yang
merupakan dasar sistem kosmogoni dan falsafat Tiongkok kuno) dari dalam kitab Yi
Jing, ditambah lagi dengan pemikiran Taoisme, Shao telah menciptakan sistem
keilmuan dan konsep alam semestanya sendiri, generasi berikut menyebutnya
sebagai "Ilmu Bawaan". Teknik meramalnya sangat tepat, banyak buku telah ditulis
antara lain Guan Wu Pian (Artikel Tentang Pengamatan Materi), Xian Tian Tu (Peta
Apriori), dan lain-lain.


Menurut legenda, Shao Yong ketika usia 7 tahun dan bermain di halaman rumah, ia
menemukan di dalam sarang semut terdapat langit, matahari dan awan. Setelah
dewasa dan pada suatu tengah malam ketika mengembara, ia berkuda mendaki gunung
di Kota Jinzhou, kaki depan kuda terpeleset dan ia terjatuh ke dalam jurang.
Para pengawal menuruni jurang itu dan menemukan Shao Yong sedikit pun tidak
terluka, hanya topinya terkoyak rusak.
Pada masa remaja, Shao Yong antara lain

berkelana ke negara otonom Qi, Lu, Song,
Zheng dan lain-lain, benar-benar telah melaksanakan "Berkelana ribuan kilometer,
belajar ribuan buku". Setelah pulang, ia dengan penuh rasa sentimentil berkata:
"Tao (aliran spiritual Tiongkok kuno yang mengajarkan ilmu sejati) benar-benar
eksis." Ia kemudian tidak berkelana lagi.


Ketika itu seorang sakti bernama Li Tingzhi terkesan oleh Shao yang tekun rajin
belajar, maka diajarkannya rahasia-rahasia ilmu Yi Jing. Dengan kepandaiannya
Shao dapat memahami ilmu tersebut secara keseluruhan dan mendapatkan kesadaran
ajaib, pada akhirnya menjadi guru besar ilmu Yi Jing yang tersohor sepanjang
masa. Shao telah menciptakan sendiri seperangkat konsepsi alam semesta yang unik
dan menguasai penuh hukum Yin-Yang (positif-negatif).


Pada suatu hari di musim semi, Shao Yong menggelar stan peramalan di atas
jembatan Sungai Luo. Menjelang siang hari, seorang petani tua datang menanyakan
nasibnya. Shao menyuruh petani itu memilih sebuah aksara dan ternyata terpilih
sebuah aksara "Kuai, Sumpit". Shao lalu berkata: "Selamat, Anda nanti siang akan
mendapat berkah makanan, cepatlah pulang." Sesampai di rumah, seorang keponakan
petani tersebut mengatakan: "Saya sudah menunggu 2 jam lebih, hari ini ulang
tahun ke-60 ayah saya, ia mengundang Anda makan siang."


Lewat siang hari, Shao sedang berkemas menutup stan, dari kendaraan di selatan
melompat turun seseorang yang kemudian mengatakan: "Tuan harap tunggu sebentar,
sudah lama saya dengar Anda pandai meramal, tolong Anda ramalkan nasib saya
bagaimana." Shao menyuruhnya mengambil satu dari sejumlah gulungan kertas,
setelah dibuka juga sebuah aksara "sumpit", Shao mengatakan kepadanya: "Dilihat
dari aksara sumpit ini, adalah pertanda buruk, hari ini Anda akan terguyur air.
Orang tersebut menatap langit yang terang benderang, maka sama sekali tidak
memedulikannya.


Dengan cepat ia pulang. Sampai di depan rumah, sekujur tubuhnya tepat terguyur
oleh seember air kotor. Ternyata istrinya tidak mengetahui kepulangannya, dan
dengan seenaknya membuang air bekas cucian wajan, sehingga suaminya yang
bergegas pulang sekujur tubuhnya basah kuyup.


Sore harinya, Shao baru sampai di sebuah jembatan, seseorang telah menunggu di
sana dan ingin mengetahui nasibnya hari itu. Shao juga memintanya mengambil
sebuah gulungan kertas, setelah dibuka tetap saja muncul aksara "sumpit", lalu
ia berkata: "Hari ini Anda akan menjumpai petaka di penjara." Orang itu
berpikir, nanti saya tidak keluar rumah, mana mungkin malapetaka datang?
Sampai di rumah, ia langsung tidur di bawah selimut. Tak terduga, ia terbangun
dari tidur nyenyaknya gara-gara sumpah serapah seorang perempuan, ternyata babi
peliharaannya telah mengacak-acak kebun sayur perempuan itu.

Ia naik pitam dan langsung saja meninju tewas perempuan itu yang sebelumnya
memang sudah menderita. Tak sampai 2 jam, petugas pengadilan datang meringkusnya
dan menjebloskannya ke dalam penjara.


Musim Panas 1077, Shao Yong mulai merasakan tubuhnya agak tidak sehat, ia dengan
tersenyum memberitahu Sima Guang dan teman-teman lainnya: "Saya akan pergi
bereinkarnasi dan mengamat-amati segenap makhluk." Chengyi dengan rasa khawatir
mengatakan: "Penyakit Anda orang lain ingin membantu pun tak berdaya, Anda
sendiri sebaiknya berusaha memperbaikinya."


Shao dengan terus terang mengatakan: "Upaya pemeliharaan ini juga akan sia-sia."
Suatu hari di musim dingin, Shao sudah dalam keadaan sekarat. Sebelum meninggal,
putranya bernama Bowen dipanggil dan diberitahu: "Saya ada 3 permintaan, kamu
harus memenuhinya. Pertama, setelah meninggal makamkanlah di pemakaman leluhur
kita di Yichuan, jangan di Luoyang.


Kedua, tulisan pada batu nisan harus ditulis oleh Paman Cheng Hao dan Cheng Bo.
Ketiga, benda apapun jangan dimasukkan ke dalam peti, gagang timba (zaman
dahulu) sebagai bantalan kepala saya, jenazah mengenakan baju hitam kain kasar
dan baju tersebut diolesi minyak. Ketika dimasukkan ke dalam peti, panggikan
putri kecil botak dari marga Li untuk menyaksikan." Setelah itu Shao meninggal
dunia.


Keluarga Shao menuruti semua permintaannya, putri kecil botak dari marga Li
menyaksikan benda apa saja berada di dalam peti, kemudian baru dikebumikan di
pemakaman Yichuan. Peti jenazah diangkat oleh 8 pemuda, awalnya mereka merasa
sangat berat sehingga pundak mereka kesakitan, namun setelah lewat 5 kilometer
kian terasa ringan. Para orang tua mengatakan, Tuan Shao telah moksha.


Sekejap 65 tahun telah berlalu, si putri kecil botak bermarga Li telah menikah,
mempunyai seorang anak lelaki kemudian cucu. Setelah cucu lelaki tersebut dewasa
menjadi maling kubur. Suatu hari, putri botak bermarga Li mendengar cucunya akan
mencuri makam Shao Yong, maka dia mengatakan: "Kalian jangan sekali-kali pergi,
saya melihat sendiri dengan jelas makam Shao tidak ada benda apapun, bahkan
bajunya telah diolesi minyak."


Sehingga makam Shao Yong terhindar dari penjarahan.
Ternyata Shao sebelum meninggal telah mengetahui, cucu putri botak keluarga Li
kelak menjadi maling kubur. 10 puisi Syair Bunga Plum mahakarya Shao Yong dengan
sangat tepat meramalkan peristiwa besar yang akan terjadi hampir 1.000 tahun
sejarah Tiongkok setelah kematiannya.

Mar 14, 2009

meidy

Panggilan Kekerabatan Dalam Bahasa HAKKA

Panggilan Kekerabatan dalam bahasa hakka tidak terlalu jauh berbeda dengan bahasa hokkian atau teochew. Berikut panggilan kekerabatan dalam Bahasa Hakka.


1 [Lao Pe 老父], Pa Pa 爸爸, A Pa 阿爸, A Tia 阿爹 (Ayah)= Apa
2 [Lao Bu 老母], Ma Ma 媽媽, A Bu 阿母, A Nia 阿娘 (Ibu)= Ame
1&2 [Pe Bu 父母] (Orang tua)= Ja - Oi
3 [Tniu Lang 丈人] (Mertua Lelaki)= Asuk/Ngokfu Thainyin/Chongnyin lo
4 [Tniu M 丈姆] (Mertua Perempuan)= sukme/ngok mu thainyin/
5 Tua Hnia 大兄, A Hnia 阿兄, Tua Ko 大哥, Ko Ko 哥哥 (Abang)= Thaiko/Ako
6 Tua So 大嫂, A So 阿嫂 (Kakak Ipar)= Aso
7 Ci Hu 姐夫 (Kakak Ipar)= Ci Chong
8 Tua Ci 大姐, A Ci 阿姐, Ci Ci 姐姐 (Kakak Perempuan)= Thaice, Ace
9 Ci Hu 姐夫 (Kakak Ipar)= Ci Chong
10 A Ci 阿姐, Ci Ci 姐姐, Ji Ci 二姐 (Kakak Perempuan)= Ace, Nyi ce
11 Gua Ka Ki 我自己 (Saya)= Ngai Chika
12 Bou 某 (Istri)= Lo pho
19 Hao Sni 孝生 (Anak Lelaki), Tua Han Knia 大漢囝 (Anak Sulung)=Thailai, Laici
20 Sim Pu 新婦 (Menantu Perempuan)= Sinkhiu
21 Knia Sai 囝婿 (Menantu Lelaki)= Long
22 Ca Bou Knia 查某囝 (Anak Perempuan)=Moici
19&22 Gin Na 囝仔, Knia 囝/子 (Anak)=Senyin
 

1 [Ta Knua 大官/唐官] (Mertua Lelaki)= Kakon
2 [Ta Ke 大家/唐家] (Mertua Perempuan)= Ka nyiong
3 [Lao Pe 老父], Pa Pa 爸爸, A Pa 阿爸, A Tia 阿爹 (Ayah)= Apa
4 [Lao Bu 老母], Ma Ma 媽媽, A Bu 阿母, A Nia 阿娘 (Ibu)= Ame

3&4 [Pe Bu 父母] (Orang tua)= Ja-Oi
11 Ang 翁, Ang Sai 翁婿 (Suami)= Lo kung
12 Gua Ka Ki 我自己 (Saya)= Ngai chika
19 Hao Sni 孝生 (Anak Lelaki), Tua Han Knia 大漢囝 (Anak Sulung)= Laici
20 Sim Pu 新婦 (Menantu Perempuan)= Sinkhiu
21 Knia Sai 囝婿 (Menantu Lelaki)= Long/Along
22 Ca Bou Knia 查某囝 (Anak Perempuan)= Moici
19&22 Gin Na 囝仔, Knia 囝/子 (Anak)= Senyin
 

1L A Kong 阿公, An Kong 安公 (Kakek)= Kungkung , Akung
2P A Ma 阿媽, An Ma 安媽 (Nenek)= Phopho, Apho
3L Gua Kong 外公 (Kakek)= Cia kung
3P Gua Ma 外安 (Nenek)= Cia pho

5L A Peq 阿伯, Tua Peq 大伯 (Paman, Pakde)= Apak/Thaipak
6P A M 阿姆, Tua M 大姆 (Bibi, Bude)= Pakme
7L Ko Tniu 姑丈 (Paman, Pakde)= Kuchong
8P A Kou 阿姑, Tua Kou 大姑 (Bibi, Bude)= Aku/Thaiku,Kuku
9L Kou Tniu 姑丈 (Paman, Pakde)= Ku chong
10P A Kou 阿姑 (Bibi, Bude)= Aku
11L [Lao Pe 老父], Pa Pa 爸爸, A Pa 阿爸, A Tia 阿爹 (Ayah)= Apa
12P [Lao Bu 老母], Ma Ma 媽媽, A Bu 阿母, A Nia 阿娘 (Ibu)= Ame
13L A Ku 阿舅, Tua Ku 大舅 (Paman)= Khiukhiu, Akhiu, Thaikhiu
14P A Kim 阿妗, Tua Kim 大妗 (Bibi)= Khiume
15L Yi Tniu 姨丈 (Paman)= Ji chong
16P A Yi 阿姨, Yi Yi 姨姨 (Bibi)= Aji
17L A Ku 阿舅 (Paman)= Akhiu/khiu khiu
18P A Kim 阿妗 (Bibi)= Khiume

Feb 22, 2009

meidy

Kesamaan Bahasa Hakka Dengan Mandarin

Bahasa Hakka sebagai salah satu bahasa daerah suku Tionghoa, menyebar luas
hampir di seluruh belahan bumi yang dihuni oleh etnis Tionghoa.

Seperti Mandarin, bahasa Hakka memiliki beberapa intonasi. Dalam Mandarin
dikenal 5 intonasi berbeda yaitu:
1. Intonasi suara tinggi (high tone)
2. Intonasi suara naik (rising tone)
3. Intonasi suara turun (falling tone)
4. Perpaduan intonasi naik dan turun (falling rising tone)
5. Intonasi netral

Sama seperti Mandarin, dalam bahasa Hakka juga dikenal 5 intonasi berbeda. Namun
tidak semua kata memiliki 5 intonasi, ada kalanya satu kata hanya memiliki 3-4
intonasi berbeda.

Contoh:

Fung
Kata fung dalam bahasa Hakka bisa memiliki beberapa arti, yaitu:
Fung (nada 1): Burung Hong
Fung (nada 2): Angin
Fung (nada 3): Merah
Fung (nada 4): Mengasapi
Fung (nada 5 - netral): Lebah

Bahasa Hakka mengalami perkembangan sesuai dengan kebudayaan dan lingkungan
tempat bahasa itu diucapkan. Dengan kata lain, walaupun berakar sama, yaitu
bahasa Hakka, namun dalam beberapa pengucapannya, Hakka Kalimantan berbeda
dengan Hakka Sumatra. Bahkan yang paling mudah dilihat adalah perbedaan logat
Hakka Pontianak dan Hakka Singkawang yang masih merupakan dua daerah dalam satu
wilayah yang saling berbatasan di Kalimantan Barat. Hal mana Pontianak
menggunakan Hakka berlogat halus, dan Singkawang menggunakan Hakka berlogat
kasar / tinggi. Pengucapan, intonasi dan artinya pun sudah berbeda.

Contoh:

Fung dalam Hakka Pontianak berarti mengasapi (nada 4), dalam Hakka Singkawang
berarti angin.

Tanpa meremehkan logat atau intonasi Hakka Singkawang, intonasi standar Hakka
yang benar adalah bersumber pada Hakka Moi Yan (Mei Xian) di China Daratan. Hal
mana dikatakan, ada kata-kata dalam bahasa Hakka yang menyerupai nada, intonasi
dan pengucapan dalam bahasa Mandarin.

Contoh:

M (Mandarin), H (Hakka)

Hao (M) - Ho (H) = Baik
You (M) - Jiu (H) = Ada
Ai (M) - Oi (H) = Mau
Ge Ge (M) - Ko Ko = Kakak laki-laki
Ge (M) - Ko = Lagu
Dui (M) - Tui (H) = Betul
Hen Duo (M) - Cin To / An To (H) = Sangat banyak
Yi Dien (M) - Jit Tit (H) = Sedikit
Zhuo (M) - Cho (H) = Duduk
Xiao (M) - Siau / Se (H) = Kecil
Da (M) - Thai (H) = Besar
Ren (M) - Nyin (H) = Orang
Hung (M) - Fung (H) = Merah
Ya Zi (M) - Nga Chi (H) = Gigi

Itu baru sebagian kecil persamaan antara bahasa Hakka dengan Mandarin. Kalau ditelaah lebih lanjut lagi, masih banyak persamaan yang bisa dituliskan dari
kedua bahasa tersebut.

Nah, kalau begitu, apa belajar bahasa Hakka itu sulit bila kita menguasai
Mandarin? Sebaliknya, kalau kita menguasai bahasa Hakka, apakah belajar Mandarin
itu sulit?

Kamu sendiri yang lebih mengetahui jawabannya.

meidy

Belajar Bahasa Hakka (Bagian VIII – Hakka Love Song)

Sekarang kita belajar tentang lagu nih, Lebih tepatnya Hakka Love Song, karena para musisi Hakka khususnya di singkawang sangat terkenal dengan lagu-lagu cintanya, seperti Pitton, Julia Chang dll.
Ini lagu tentang seorang pemuda yang memperjuangkan cintanya. angsung aja deh!!!
Videonya :
Judul : Asuk Ajie / Om Tante
lyric :
tui em-tjhu asu' ka' aji...
sorry om dan tante..
ka' nyia moi-ci..ngai ja mo kong-ti..
sama anak gadis u (menjalin hubungan)..saya gak kasih tahu...
coi ki thu'-su..cheu ki hi khon hi..
boncengin dia ke sekolah...bawa dia nonton film..
hi mong nyi-tew...em-si kiang, em-he kau soi ki..
berharap kalian...gak usah takut, bukan mau ngerjain dia (cewenya)..
ngai ka' ki.. sam nyien ko liong nyit..
gw sama dia.. 3 tahun lewat 2 hari..
jit thiau sim..ngai ja sung pun ki..
satu hati (perasaan tulus)...gw kasih ke dia..
hi-mong asu'.. fun min nga-kai sim pien..
berharap om..mengerti isi hati gw (maksud gw)..
ngai oi ki..em-he bui liau ngia-kai tjhien..
gw mau sama dia (cewe)..bukan karena duit u (om)..
ngai tjhi-to asu' sit co heu-sang-ci..
gw rasa om pernah jadi anak muda..
asu' ja ti nyong-pen ham to ta-oi-tjhin..
om juga tahu apa yang disebut pacaran..
theu-pai asu' khao aji nyong-pen hin...
dulu om ngegebet/ngerayu tante gimana...
ngai tjhi-to asu' fun-min nga kai sim...
gw rasa om mengerti isi hati gw..
Anna.. kong ngia pa ti nyi cin sit an oi ngai..
Anna...bilangin bapak u, u bener2 cinta sama gw..
nyi cin sit an sia' ngai..
u bener2 sayang sama gw..
Anna.. kong ngia pa ti nyi cin sit an oi ngai..
Anna...bilangin bapak u, u bener2 cinta sama gw..
nga sim thang to cin sit an fon hi..
hati gw bener2 seneng mendengarnya..
ma'-ai ko?? ngai si hiau tjhong an-to hak-fa ko....http://static.kaskus.us/images/smilies/sumbangan/14.gif
lagu apa?? gw sih bisa nyanyi banyak lagu khek....http://static.kaskus.us/images/smilies/sumbangan/14.gif
ten-ha ngai jiu si-kien, ngai boi ho-li tep kia si..
tunggu nanti gw ada waktu, gw bisa ketik disini kata2nya...

Post selanjutnya Kesamaan bahasa hakka dengan Bahasa mandarin

Feb 17, 2009

meidy

ASAL MUASAL LAMBANG TAIJI

 

yin-yang-fish.jpg-737803

Ada yang mengatakan bahwa kata Taiji pertama muncul pada Buku Perubahan Yi Jing
(義淨), pada masa Dinasti Zhou. Tertulis: "Di mana ada Taiji, di sana ada
kedamaian dan harmoni antara positif dan negatif".

Seperti kita ketahui bahwa orang Tionghoa biasanya menyebut dirinya sebagai
anak-cucu dari YEN (Dewa Matahari) dan Huang Di (黃帝/Kaisar Kuning). Menurut
legenda, pada permulaan terjadinya dunia ini, manusia selalu hidup dalam
kesengsaraan karena diganggu terus oleh Setan Chi You. Terpaksalah Huang Di
turun membasmi Chi You.

Ketika sedang terjadi perang yang dahsyat, Chi You menggunakan sihirnya sehingga
kabut tebal mengelilingi pasukan Huang Di, sampai kehilangan arah. Huang Di
kemudian membuat ZHI NAN CHE (Kereta penunjuk arah; Kompas pertama di dunia!),
sambil memimpin pasukannya untuk keluar dari kabut tebal musuh.

Singkat kata, Huang Di berhasil membasmi Chi You. Kemudian Huang Di mulai
mengajari manusia di bumi ini untuk membuat rumah, memasak beras jadi nasi.
Isteri Huang Di, bernama Lei Zu mengajari orang untuk memelihara ulat sutra dan
memintal benang dari sutra untuk membuat baju, dlsb. Lama kelamaan, mulailah
terbentuk suatu peradaban yang semakin maju.

Suatu ketika saat Huang Di sedang memberikan ceramah pada masyarakatnya, ada
yang menanyakan soal asal usul Sang Kaisar. Huang Di berpikir sejenak, lalu
sambil tersenyum beliau menggambarkan dua ekor ikan yang saling berkejaran di
dalam satu lingkaran. Huang Di mengatakan bahwa dirinya berasal dari sumber yang
tidak bisa dicari awal dan akhirnya, yaitu TAO!

Kemudian, hal ini oleh pengikut Huang Di yang bertugas membuat kata-kata
Tionghoa, yaitu Cang Jie, dicatat sebagai betuk bulatan yang di tengahnya ada
garis meliuk seperti huruf "S", ditambahkan dengan  dua titik yang melambangkan
"Dua Ikan" dan menunjukkan arti kata TAO.

Itulah asal mula lambang TAIJI/THAI CIK yang paling awal yang bisa diketahui
dari legenda sejarah awal terjadinya Bangsa Tionghoa.

Feb 16, 2009

meidy

Penyerbukan Silang Antar Budaya

 

Pemilik hak cipta istilah cross cultural fertilization (penyerbukan silang antarbudaya) tentunya Eddie Lembong 75 tahun. Konsep intinya adalah gagasan membangun Indonesia yang majemuk dalam sebuah orchestra kebersamaan. “inilah puncak evolusi pemikiran saya sejak muda, berlanjut sebagai apoteker, kemudian pengusaha pabrik obat, “ kata Ketua Pendiri Yayasan Nabil itu.

Nama Yayasan Nabil (Nation Building), identik dengan Eddie Lembong, pebisnis obat yang tercatat sebagai salah satu tokoh yang terobsesi dengan kelebihan-kelebihan bangsa Indonesia.

Menekuni dunia bisnis obat yang sukses selama lebih 30 tahun, diusia senjanya, Eddie memilih menjadi penganjur paham kebangsaan modern. Ia menjadi aktivis multikulturalisme dengan gagasan penyerbukan silang antarbudaya dalam bingkai nation building Indonesia.

Menurut Eddie, keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia bisa menjadi modal untuk mengubah kehidupan rakyat Indonesia menjadi lebih baik. Etos kerja warga Tionghoa Indonesia yang ulet dan gigih, misalnya, bisa diadopsi oleh budaya lain yang tidak memiliki kebiasaan itu.

Suami Melly Saliman dengan fokus menjabarkan tentang gagasan besar mengenai penyerbukan silang antarbudaya dan eksistensi Yayasan Nabil.

Apakah gagasan pokok penyerbukan silang antarbudaya? Kesadaran bahwa budaya Indonesia masih terus perlu diperkuat dalam konteks globalisasi. Penyerbukan silang antar budaya berate memadukan semua unsure yang baik untuk menghasilkan budaya Indonesia yang makin baik. Selain upaya-upaya state building, sangatlah perlu cultural building, perbaikan budaya dan etika manusia dalam rangka nation building.

Istilah penyerbukan berkonotasi tumbuh-tumbuhan. Beliau mengatakan orang fisika tidak boleh tidak cara berpikir dan pilihan kosakata terkait kesana. Selain  alamiah, penyerbukan dilakukan langkah-langkah strategis.

Disiplin sosial lemah yang disebabkan mendahulukan kepentingan banyak orang terlanjur dikesampingkan. Disiplin sosial tidak built-in, belum menyatu.

Beliau mengatakan merasa optimistis seraya juga pesimistis. Hal ini tergantung  dari keberhasilan yang memerlukan waktu yang cukup panjang untuk menyelenggarakan perbaikan mutu budaya Indonesia.

Feb 14, 2009

meidy

Belajar Bahasa Hakka (Bagian VII – Mixed)

Posting bagian ke 7 isinya campur-campur hem jadi tambah banyak kan kosakata yang udah kalian tahu.
Langsung ja deh. semangat!!!!
selalu/sering = an-hen (e seperti dalam enak)
kadang2 = sang-ha
jarang = an-sau
tidak pernah = em-sit
an = sangat (mandarin : hen)
an-ciang = cantik
an-liang = ganteng
liang-cai = CoGan = Cowo Guanteng..
an-ce = jelek
tjhiu = bau
oi eu=mo muntah!
oi eu tang ngi kong boi!=mo muntah dgr kau ngmg!
tai=besar
se=kecil
nam=peluk
cim=jarum/cium *beda nada*
ta=pukul
ta cim=menyuntikkan
an-tjhiu = sangat bau
tjhiu-son = bau asem
tjhiu-fu-fit = bau badan gak ketolongan sampe mau muntah..
mui = aroma
tjhiu-mui = bau (dalam arti bau sampah, bau masakan, bau parfum dll..yang bukan dari badan)
so = bb/bau badan
tjhiu-so = bau (dalam arti bau badan, bau kambing, bau babi, dsb, yang berasal dari badan)
oi = mau / cinta
ngai oi ngi = saya cinta kamu
ngai oi con = saya mau pulang..
siong = pengen-ingat-photo (tergantung nada pengucapan)
men = berpikir
ngai men to = g pikir....
piong = taruh
ngi piong na-bui ? = kamu taruh dimana??
kiam/na = ambil
na-loi = bawa sini, ambilin sini
mang = belum
ho-e = sudah
Udah segitu aja, postingan selanjutnya Belajar Bahsa Hakka Bagian VIII. see you next post!!!

Feb 7, 2009

meidy

Belajar Bahasa Hakka (Bagian – VI Place’s)

Nah, post kali ini Meidy mow kasih tambahan kosakata baru tentang nma-nama daerah dah negara-negara. Langsung aja ya!!!!
Nama Daerah :
moi-fa-khiau = jembatan semanggi
eng-ko'-khiau = jembatan lima
bu-khiau = jembatan item (di daerah sunter)
fung-khiau = jembatan merah (dkt gunung sahari)
khiu-kong = palembang
pin-kong = pangkal pinang (bangka)
liet-kong = sungai liat (bangka)
belijong = belinyu (bangka)
khun-thien = pontianak (kalbar)
san-khew-jong = singkawang (kalbar)
siang-ngau = sanggau (kalbar)
si-ka-lo = sekadau (kalbar)
tjhung-pa'-kong = sungai pinyu (kalbar)
si-sui = surabaya (jatim)
pa-sang/jai-sang = jakarta
mien-lan = medan
sung-sa-thi = pasir putih (bangka-pangkalpinang)
jung-fo = semabung lama (bangka-pangkalpinang)
lo-pu-thew = kota lama (pontianak-kalbar)
sin-pu-thew = kota baru/siantan (pontianak-kalbar)
jong-sen-jan = RS Husada (khusus pemakaian di Jakarta - dulu RS Husada dikenal sebagai ruman bersalin satu2nya yang terbesar dan ternama, jadi kalo dibilang (jong-sen-jan = RS Bersalin) langsung ingetnya di Husada..)
khong-nyin-jan = RS Jiwa Grogol.

Nama Negara :

jin-ni = indonesia
ma-lai-si-a = malaysia
sing-ka-po = singapore
o-ciu = australia
thai-kwet = thailand
thoi-ban = taiwan
cung-kwet = china
hon-kwet = korea (selatan)
nyit-pun = jepang
jin-thu = india
jin-kwet = inggris
fa-kwet = perancis
tet-kwet = jerman
mi-kwet = amerika
Udah dikit aja, hafalin dulu aja yang ini, nanti di postingan selanjutnya Belajar Bahsa Hakka Bagian VII. See you next post!!!!

Feb 1, 2009

meidy

Belajar Bahasa Hakka (Bagian V – Stuff)

Wui, hebat-hebat kalian udah baca sampai bagian ke 5, hemb lanjut aja sekarang Meidy akan kasih tambahan kosakata dari mulai elemen, anatomi samapi barang-barang Teknologi.langsung aja ya biar cepet lancar Hakka nya!!!
Family
ama : mama
apa: papa
akung : kakek
apho/pho2: nenek
akhiu: paman untuk adek mama/papa atau panggilan hormat kepada orang tua
aji: bibi
asuk: paman untuk kakak mama/papa
ben jiu : teman
Elements
hujan = lok sui
panas = an sau
matahari = nyit theu
angin = fung
awan = jun
pohon = su
petir = lui kung
api = fo
air = sui
Anatomy
mulut = Coi
rambut = teu na mo / mo
tangan = siu
kaki = kiok
jari tangan = siu ci
ibu jari (jempol) = siu ci kung
kepala = Thew na
perut = tu si
mata = muk cu
pantat = si but
payudara = nen
dada = sim kon thew
jantung = sim
hati kon
telinga = nyi kung
Home
gosok gigi = sot nga
Odol gigi = Nga Kau
sendok = theu kang
garpu = Cha Ci
sumpit = khai / khuai ci
piring = phan
kepala = teu na
co' = meja
ten = kursi
pui = gelas
phan = piring
mun = pintu
so-si = kunci
ko = lagu
Education
sekolah = hok-kau / hok-thong
universitas = thai-hok-(thong)
siswa(murid)/mahasiswa = hok-sen/thai hok-sen
rumah = buk-kha
rumah saya = nga buk-kha
kantor = ???? gak tahu..ehehehe...ada yang bisa bantu??
thu' = baca
su = buku
thu' su = baca buku (bersekolah)
cin = pintar
HIgh-tech stuff
lo-tjhu  = mouse
thien-si = monitor
thien-no = cpu
tep-si-piong = keyboard
siong-ki = kamera
fat-jim = speaker
liu'-phan= cd
siu-ki= hape =
liu'-jim-ki= tape recorder
hien-thoi= station (radio or tivi)
thien-sin = sms
tai = tape
lam-nga = bluetooth
thien-siong-ki = digital camera
phong-kiang= teropong
se-ji-ki = mesin cuc
thien-po = rice cooker
siet-tjhu = lemari es
Colors
hitam  bhu
bhak= putih
bong = kuning
fung = merah
jhiang = hijau
lan = biru
Postingan selanjutnya Belajar Bahsa Hakka Bagian VI, so see you next post!!!!

Jan 31, 2009

meidy

CHINA DALAM DAYAK : Potret Inkulturasinya di Kalangan Dayak Mampawah-Kalimantan Barat

 

Pengantar


Orang Dayak memanggilnya “sobat” (sahabat), mereka memanggil Orang Dayak
“darat”, kadang-kadang dipanggilnya juga dengan sebutan laci. Laci artinya anak
keturunan. La = anak, Ci = orang atau keturunan. Anak hasil perkawinan Dayak
dengan Cina disebut Pantokng dan sebaliknya anak hasil perkawinan Cina dengan
Dayak dikenal sebagai Pantongla.

Tulisan ini hanya memotret singkat dalam konteks sejarah, bagaimana relasi Dayak
dan Cina yang hampir sempurna, khususnya kenapa Orang Dayak memanggil Orang Cina
“sobat”, sebuah tata nilai budaya yang sedemikian sempurna, sebagai perwujudan
dari nilai-nilai hidup yang dijaga dan dikembangkan selama ini.

Cina Dalam Dayak; Potret Inkulturasinya

Kata La Ci seringkali diplesetkan orang luar untuk mempengaruhi relasi Dayak
dengan Cina. Menurut Acui (2005), merujuk pada kata La Ci, mungkin mereka
mengakui secara “implisit” bahwa Dayak adalah keturunan dari kelompok imigran
yang telah datang masa 3000-1500 Sebelum Masehi. Panggilan “sobat” Orang Dayak
kepada Orang Cina diatas bukanlah tanpa alas an. Dalam tradisi yang sangat
sakral, misalnya dalam mitologi religiousnya, seorang tokoh Cina merupakan salah
satu tokoh penting yang sangat dihormati bahkan diakui sebagai leluhur Orang
Dayak. Disebutkan, ada 5 orang tokoh, yang mencipta adat: Ne Unte’ Pamuka’
Kalimantatn, Ne Bancina ka Tanyukng Bunga, Ne Sali ka Sabakal, Ne Onton ka
Babao, dan Ne Sarukng ka Sampuro. Menurut pengakuan Singa Ajan (94 tahun,
seorang Singa/Timanggong, tinggal di kampong Rees-Menjalin-Landak), Ne Bancina
adalah leluhur Orang Cina, beliau tinggal di sebuah tanjung, yang bernama
tanjung bunga, daerah pasir panjang-Singkawang sekarang ini.

Sebagaimana sejarahnya, Dayak adalah merupakan keturunan Bangsa Weddoid dan
Negrito (Coomans,1987). Orang Negrito dan Weddoid telah ada di Kalimantan sejak
tahun 8.000 SM. Mereka tinggal didalam gua dan mata pencaharian mereka berburu
binatang. Kelompok ini menggunakan batu sebagai alat berburu dan meramu. Warisan
Weddoide yang masih bertahan hingga hari ini dan melekat pada sebagian kecil
Orang Dayak adalah menjadikan hewan anjing sebagai hewan sembelih dan kurban
pada jubata (Tuhan). Ini terjadi karena pada waktu itu banyak anjing hutan yang
liar yang hidup di daerah ini. Binatang ini menjadi hewan buruan yang mudah bagi
kaum Weddoide yang masih memiliki peralatan dari batu. Namun, kelompok ini
sekarang telah lenyap sama sekali, setelah kedatangan imigran baru yang dikenal
sebagai Bangsa Proto Melayu atau Melayu Tua (Wojowasito, 1957). Proto Melayu
merupakan imigran kedua yang datang sekitar tahun 3000-1500 SM. Menurut Asmah
Haji Omar http://www.amazon.co.uk), peradaban kelompok ini lebih baik dari
Negrito, mereka telah pandai membuat alat bercocok tanam, membuat barang pecah
belah dan alat-alat perhiasan. Gorys Keraf (1984) mengatakan bahwa, kelompok
imigran ini juga telah mengenal logam, sehingga alat perburuan dan pertanian
sudah menggunakan besi.

Emas merupakan penyebab terjadinya salah satu migrasi utama Orang Cina ke Kalbar
pada akhir abad ke-18 (Jackson,1970). Dari catatan sejarah, tahun 1745, 20 orang
Cina didatangkan dari Brunei oleh Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah untuk
bekerja pada pertambangan emas, utamanya di Mandor (wilayah Mempawah) dan di
Monterado (Sambas). Hasil emas mencapai puncaknya antara tahun 1790 dan 1820.
Pada tahun 1810, produksi emas dari Kalbar melebihi 350.000 troy ons, dengan
nilai lebih dari 3,7 juta dollar Spanyol (Raffles, 1817). Keberhasilan
pertambangan emas ini, menyebabkan Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah terus
mendatangkan Orang Cina, hingga pada tahun 1770 orang Cina sudah mencapai 20.000
orang. Menghindari perkelahian sesama perantauan setali sedarah, Lo Fong Fak,
pimpinan sebuah kongsi di Mandor menyatukan 14 kongsi yang tersebar dan
mendirikan sebuah pemerintahan “republic” Lan Fang pada tahun 1777. Republic ini
berkuasa selama 108 tahun, 1777 - 1884. Pada masa Presiden Lan Fang ke-10,
Presiden Liu Konsin yang berkuasa sejak 1845-1848, Republik ini pernah melakukan
pertempuran dengan Orang Dayak didaerah Mandor, Lamoanak, Lumut, dan sekitarnya,
hasilnya Orang Dayak kalah dan sebagian kecil memilih bermigrasi kehilir Sungai
Mandor, hingga akhirnya membentuk pemukiman diwilayah Kesultanan Pontianak.
Mereka inilah yang menjadi leluhur Orang Dayak di Sei Ambawang. Perang ini
dikenal sebagai “Perang Lamoanak”.

Sebagaimana bangsa lainnya, Orang Dayak sudah mengenal tradisi pertanian sebagai
mata pencaharian. Dalam mitologinya, sebelum padi dikenal, mereka meramu dan
mengumpulkan sagu liar (eugeissona utilis). Sagu liar ini banyak tumbuh
ditanah-tanah lembab, dikenal dengan nama rawa-rawa. Mereka mengambil pati dari
sagu ini, lalu memelihara tumbuhan sagu, seperti sekarang dilakukan oleh orang
Ambawang, Kubu Raya. Untuk mencampur sagu ini, mereka juga mengumpulkan dan
memetik “kulat karakng” (sejenis jamur) sebagai makanan pokok kedua.

Karena hasil emas mulai berkurang pada tahun 1820-an dan terus menurun dalam dua
dasawarsa berikutnya semakin banyak orang Cina diwilayah Republik Lan Fang yang
beralih keperdagangan dan pertanian dengan menanam padi, sayuran dan beternak
babi. Hal ini sesuai dengan penelitian Jessup, bahwa tradisi pertanian,
khususnya tanaman padi Orang Dayak setidaknya telah dilakukan sejak tahun
1820-an (Jessup, 1981) . Tanaman padi mungkin dibawa oleh imigran Cina ini
(Bellwodd;1985). Bellwodd mencatat, padi liar dan padi-padian lain telah
dibudidayakan dipunggung Daerah Aliran Sungai Yangtze yaitu dilahan-lahan basah
musiman disebelah selatan Propinsi Kwang Tung, Fuk Chian, Yun Nan dan Kwang Sie.
Hal ini cocok dengan sebuah tulisan (Asali;2005;3), yang menjelaskan bahwa
imigran Cina yang datang ke Kalbar umumnya dari bagian selatan China, khususnya
dari Propinsi Kwang Tung, Fuk Chian, Yun Nan, dan Kwang Sie. Orang Dayak
kemudian berubah dari masyarakat pengumpul sagu liar menjadi masyarakat yang
aktiv menanam padi (Ave, J.B., King, V.T, 1986) dan menyelenggarakan siklus
pertanian yang sarat ritual (Atok;2003;19). Padi pertama yang ditanam dikenal
dengan nama padi antamu’. Oleh Petani Dayak, hingga sekarang jenis padi ini
selalu ditanam, istilahnya “Ngidupatn Banih” (melestarikan benih). Jika merunut
sejarah tanaman padi ini, tidaklah mengherankan kalau dalam prosesi perladangan
Dayak, dalam siklus tertentu dan keadaan tertentu pula, nyaris mengikuti
kalender Cina. Penanggalan Cina amat berpengaruh dalam tradisi perladangan
Dayak, hingga hari ini.

Pola pertanian dilahan basah, diyakini juga sebagai warisan Orang Cina di
Kalimantan Barat. orang Dayak mengenalnya dengan istilah Papuk/ Gente’/Bancah
(sawah). Budaya pertanian ini dibawa kelompok migrasi terakhir dari Propinsi Yun
Nan terjadi tahun 1921-1929, ketika di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara.
Saat ini, diberbagai tempat kita masih menjumpai nama sawah berasal dari kata
Cina. Di Kampung Nangka, 102 Km dari Pontianak, kita dengan mudah mendapatkan
nama tempat berasal dari Cina; Ju Tet, Kubita, Pahui, dll. Ini sekaligus bukti,
bahwa pencetakan sawah awalnya diperkenalkan mereka. Latar belakang kelompok
imigran baru ini memang kebanyakan petani Orang Hakka.

Selain itu, sejak tahun 1880, orang Cina juga mulai membuka perkebunan lada,
gambir dan setelah tahun 1910 memulai perkebunan karet (Hevea
brasiliensis;Euphorbiaceae) (lihat Dove,R.Michael;1988) . Acong (70 tahun),
warga Sei Nyirih Selakau-Sambas, menceritakan pada saya bahwa pernah ada sebuah
perusahaan besar “KAHIN”, milik Tjiap Sin. Perusahaan ini berdagang gambir,
cengkeh, kopra dan lada, dijualnya ke Singapura. Ia memiliki kapal layar besar.
Untuk ke Singapura, mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hari dari Selakau.
Seiring menipisnya hasil Gambir, Cengkeh, Lada dan Kopra, pada tahun 1958,
perusahaan ini tutup.

Pembauran Orang Dayak dengan Orang Cina yang terjadi sejak berabad-abad silam,
menurunkan perilaku kebudayaan unik, khususnya peralatan adat istiadat dan hokum
adat dalam budaya Dayak. Hari ini, masih dapat kita lihat dari alat-alat peraga
adat (dan hukum adat) yang menggunakan keramik-keramik Cina. Pengaruh ini
mungkin hasil dari perdagangan dan hubungan diplomasi mereka dengan bangsa Cina
yang sempat tercatat dalam sejarah dinasti Cina dari abad ke-7 sampai abad
ke-16. Pedagang Cina menukar keramik, guci anggur dan uang logam dengan
hasil-hasil hutan yang dikumpulkan Orang Dayak seperti kayu gaharu, gading
burung rangok (enggang), serta sarang burung walet. Pedagang dari Siam juga
membawa guci-guci yang terbuat dari batu yang masih banyak digunaan Orang Dayak
untuk mas kawin dan untuk upacara penguburan (Fridolin Ukur;1992).

Uniknya, pada peristiwa “demonstrasi” yang berlangsung sekitar 2 bulan, dari
Oktober hingga November 1967, satu titik waktu dimana rezim Orde Lama beralih ke
Orde Baru, Orang Dayak menyebarkan ”Mangkok Merah” sebagai media komunikasinya,
untuk ”penghukuman sosial” terhadap Cina dipedalaman yang ditengarai berafiliasi
dengan gerombolan PGRS/Paraku yang berideologi komunis. Ratusan ribu Orang Cina
harus rela meninggalkan kampung-kampung dipedalaman, dimana sejak ratusan tahun
mereka telah berinteraksi positif dengan Orang Dayak.

Tidak cuma itu, istilah keseharian dalam bahasa Cina dengan mudah kita temui
dikalangan Orang Dayak. Di Kampung Rees, misalnya hampir semua proses pesta
(baik pesta padi, perkawinan, sunatan, dll) istilah-istilah ini muncul. Dari
menentukan waktu pesta (penanggalan Cina; ari segol, dll), nama tempat (tapsong,
teosong,dll), nama alat (ten, teokang, dll), jenis masakan (saunyuk, tunyuk,
dll) hingga prosesi makan (concok). Bahkan,alat-alat pesta maupun alat peraga
adat (dan hokum adat) juga menggunakan prototive yang berasal dari Cina,
misalnya; tempayan (tapayatn jampa, siam, manyanyi, batu, dll), mangkuk
(mangkok), piring (pingatn), sendok (teokang), nampan (pahar), dll.

Dalam tradisi minuman, Cina dalam Dayak juga dapat kita lihat dari tradisi
minuman keras, khususnya jenis arak. Sebelumnya Orang Dayak hanya mengenal tuak,
yang terbuat dari saripati tanaman aren. Di Cina, minum arak sudah menjadi
budaya yang tak terpisahkan. Oleh karena itu kita mengenal dewa mabuk dalam
cerita-cerita kungfu. Arak, selain untuk meramu obat tradisional Cina, yang
dikenal sebagai “tajok/pujok” oleh Orang Dayak juga sebagai bahan penyedap.
Kini, arak telah menjadi bagian sehari-hari bagi kehidupan Orang Dayak.

Tak cuma itu, Cina dalam Dayak juga dapat dilihat dari persenjataan, khususnya
pembuatan senjata api “senjata lantak” sebagai alat berburu dari Orang Cina.
Bubuk mesiu ditemukan oleh ahli ahli kimia Cina pada abad ke-9 ketika sedang
mencoba membuat ramuan kehidupan abadi. Bubuk mesiu ini dibawa tentara Cina yang
menetap di Kalimantan setelah tujuan mereka menghukum Raja Kertanegara. Banyak
bukti bahwa penggunaannya dengan belerang banyak dipakai sebagai obat (Wayne
Cocroft; 2000). Sebelum mengenal senjata lantak dan mesiu, senjata untuk berburu
dikalangan Orang Dayak masih berupa tombak dan sumpit. Tidak cuma itu, “judi”
juga diperkenalkan kelompok etnik ini kepada Orang Dayak. Beragam jenis judi;
Liong Fu, Te Fo, Kolok-Kolok, Sung Fu, dan lain-lain sangat digemari Orang Dayak
hingga hari ini. Disetiap pesta, keramaian, warung/toko, dengan mudah ita
menjumpai jenis-jenis permainan judi ini.

Dan bahkan, kegigihan Orang Cina dalam politik juga menjadi inspirasi bagi Orang
Dayak. Sejak tahun 1941, mereka mulai mengembangkan diri dalam perjuangan
politik. Sebagaimana diketahui, umumya kelompok Cina di Kalimantan Barat berasal
dari Orang Hakka yang sangat terkenal keuletannya.Orang Hakka lebih
independent-minded (berpikiran bebas), lebih mudah melepaskan diri dari tradisi
dan menangkap idea baru untuk hidup. Tidak heran, orang Hakka adalah termasuk
orang tionghoa yang cepat mengadopsi ide-ide Barat dibanding dengan yang lain
dan mengkombinasikannya dengan budaya Hakka. Dan tekanan kepahitan hidup yang
mereka rasakan menjadikan mereka lebih mudah menjadi kaum revolusioner, lebih
progresif, dan lebih berani maju untuk menuntut pembaharuan, dan banyak
pelopor-pelopor pembaharuan Cina modern berasal dari Hakka. Fleksibilitas orang
Hakka dalam menyerap ide-ide baru, tidak bersikeras untuk mempertahankan tradisi
lama yang menghambat, menjadikan Hakka sebagai etnis yang unik dalam sejarah
China modern. Bukan kebetulan, kalau pemberontakan terbesar di China pada abad
ke-19 yang melibatkan puluhan juta manusia, dan termasuk pemberontakan paling
berdarah dalam sejarah kemanusiaan didunia, dimotori oleh orang Hakka. Literasi
sejarah inilah yang kemudian disambung Orang Hakka di Kalimantan Barat dengan
mendirikan sebuah Negara “republic” Lan Fang tahun 1777-1884. Selama Kolonial
Belanda, republic ini pernah 2 kali berperang dengan Belanda, yakni tahun
1854-1856 dan tahun 1914-1916. Perang itu dinamakan “Perang Kenceng” oleh
masyarakat Kalbar.

Sikap revolusioner Orang Cina juga muncul ketika Jepang menduduki Pontianak
tahun 1941. Sekelompok Cina mendirikan organisasi bawah tanah dan menyiapkan
diri untuk perang terbuka, namun niat ini menjadi hilang ketika hadir ”tragedi
mandor”, sebuah pembunuhan massal oleh Jepang di Mandor, bekas ibukota Republik
Lan Fang. Orang Cina kehilangan banyak sumberdaya manusia yang berkualitas dan
mampu secara ekonomi. Dan karena sikap yang cenderung bersahabat dengan Orang
Dayak, melalui Partai Persatuan Daya (PD), membuat sebagian elit Orang Cina yang
lolos dari ”penyungkupan” berhasil mengkonsolidasi kekuatan politiknya, dan pada
pemilu 1955 dan pemilu 1958, kelompok ini menang. Hal ini kemudian mengantarkan
JC.Oevaang Oeray, tokoh Dayak asal Hulu Kapuas menjadi Gubernur Kalimantan Barat
dan berhasil menempatkan dirinya sebagai refresentasi kelompok etnik yang
berkuasa selama delapan (8) tahun. Dipergantian rezim Orde Lama ke rezim Orde
Baru, hubungan Cina-Dayak terganggu dengan munculnya peristiwa “demonstrasi”,
persahabatan sirna dan akibatnya puluhan ribu orang Cina harus rela “keluar”
dari teritori Dayak dan mengkonsentrasikan diri di kawasan pesisir, yang selama
ini menjadi teritori “Melayu”. Empat puluh satu tahun (41 tahun) terabaikan,
dipenghujung tahun 2007, konsolidasi politik Orang Cina dan Orang Dayak
menemukan klimaksnya, mereka kembali menempatkan dirinya sebagai refresentasi
kelompok etnik yang berkuasa di Kalimantan Barat.

Penutup
Jika merujuk pada fakta budaya pada kelompok etnik Dayak Mampawah diatas, bagi
saya, kemungkinan besar budaya Dayak sekarang ini merupakan hasil inkulturasi
budaya Cina, walaupun kenyataannya menjadi budaya yang diakui sebagai tradisi
Dayak. Mungkin saja, contoh diatas hanyalah contoh kecil dari inkulturasi Cina
dalam Dayak. Saya memahami bahwa kebudayaan itu selalu bersifat dinamis, namun
fakta bahwa tatanan social dan tradisi Dayak telah berinkulturasi secara tajam
dan dalam dengan budaya Cina. Cina benar-benar telah masuk dalam diri Dayak,
diberbagai bidang kehidupan, hingga hari ini.
________________
Tulisan ini disampaikan pada Kongres Kebudayaan Kalimantan Barat, Pontianak,
25-27 Agustus 2008. Penulis adalah Ketua Palma Institute, mahasiswa Magister
Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura Pontianak.

Sumber : http://www.akademidayak.com

logo
Copyright © 2008 by Arts of Meidy's.
Original Template by Clairvo