separate
logo

Mar 3, 2012

meidy

Hari Raya Cap Go Meh di seluruh Indonesia

cap go meh singkawang

Setelah Imlek, masyarakat Tionghoa merayakan Cap Go Meh atau hari kelima belas
yang merupakan penutup dari seluruh rangkaian perayaan Tahun Baru China.

Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek
bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar China. Istilah ini
berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari
bulan pertama.

Saat itu juga merupakan bulan penuh pertama dalam Tahun Baru tersebut.

Perayaan ini dirayakan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Di Taiwan biasanya
dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara biasa dikenal sebagai hari
Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang belum menikah berkumpul
bersama dan melemparkan jeruk ke dalam laut (suatu adat yang berasal dari
Penang, Malaysia).

Hari raya Cap Go Meh yang jatuh pada tanggal 15 bulan satu tahun Imlek adalah
hari raya tradisional Tiongkok yang bersejarah dua ribu tahun lebih. Menurut
tradisi rakyat Tiongkok, berakhirnya perayaan Cap Go Meh menandakan selesainya
seluruh perayaan Tahun Baru Imlek. Untuk tahun ini hari raya Cap Go Meh jatuh
pada tanggal 21 Februari, yakni besok.

Merayakan Cap Go Meh pada zaman kuno menandakan bahwa musim dingin akan lewat
dan musim semi akan tiba, yang artinya adalah musim menabur dan menuai segera
dimulai.

Malam Cap Go Meh adalah malam pertama bulan purnama setiap tahun baru. Pada
malam itu, rakyat Tiongkok mempunyai kebiasaan memasang lampion berwarna-warni,
karena itu festival ini juga disebut "hari raya lampion".

Menyaksikan lampion dan makan onde-onde adalah dua kegiatan penting dalam
merayakan Cap Go Meh. Dan dari manakah asal usul tradisi pasang lampion pada
Festival Cap Go Meh? Konon pada tahun 180 Sebelum Masehi, pada masa Dinasti Han
Barat Kaisar Han Wen di naik takhta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek.

Untuk merayakan penobatannya, Kaisar Han Wen di memutuskan menjadikan tanggal 15
bulan pertama sebagai hari raya lampion. Pada malam tanggal 15 bulan pertama
setiap tahun, ia mempunyai kebiasaan keluar istana untuk berjalan-jalan dan
merayakan festival itu bersama rakyat.

Pada tahun 104 Sebelum Masehi, Festival Cap Go Meh secara resmi dicantumkan
sebagai hari raya nasional. Keputusan itu membuat skala Festival Cap Go Meh
meningkat lebih lanjut. Menurut peraturan, setiap tempat umum dan setiap
keluarga diharuskan memasang lampion berwarna-warni.

Dan di jalan-jalan utama dan pusat kebudayaan juga digelar pameran lampion
besar-besaran secara meriah. Seluruh rakyat, baik tua maupun muda, pria maupun
wanita semuanya mendatangi pameran lampion untuk menyaksikan lampion dan tarian
lampion naga. Mereka juga bisa ikut permainan menebak teka-teki. Menurut catatan
kitab sejarah, lampion paling spektakuler adalah Lampion Ao shan deng yang dibuat
pada masa Dinasti Song abad ke-10. Ao shan adalah gunung tinggi di lautan yang
dalam dongeng kuno diceritakan bahwa gunung Ao shan terapung-apung mengikuti
gelombang laut.

Untuk membuat Gunung Ao shan dapat berdiri stabil, Kaisar Khayangan memerintahkan
15 ekor kura-kura untuk menyokongnya. Dongeng itu menceritakan bahwa saat itu
rakyat merancang lampion Ao shan secara besar-besaran dengan beberapa kura-kura
berukuran besar menggendongnya. Di atas gunung itu dinyalakan ribuan lampion,
dan di atas permukaan lampion-lampion itu dihiasi batu, pohon, patung dan
lukisan. Di atas gunung lampion itu, para pemusik memainkan musik, dan di depan
gunung itu juga dibangun sebuah panggung untuk menggelar pertunjukan tari.

Lampion warna warni yang dipasang pada Festival Cap Go Meh kebanyakan dibuat
dari kertas berwarna terang. Lampion bernama "zhou ma deng" atau lampion kuda
berlari adalah salah satu jenis lampion yang paling menarik. Konon lampion itu
sudah bersejarah seribu tahun lamanya.

Makan onde-onde pada hari raya Cap Go Meh juga merupakan salah satu kebiasaan
lama. Kebiasaan makan onde-onde dimulai dari masa Dinasti Song (tahun 960-tahun
1279 Masehi). Onde-onde dibuat dengan tepung beras ketan dan selai buah. Setelah
dimasak, rasanya lezat sekali. Di kemudian hari, rakyat di bagian utara menyebut
makanan itu sebagai "yuan xiao" dan rakyat di selatan menyebutnya sebagai
"tang yuan". Cara pembuatan onde-onde di utara juga lain dengan di selatan.

Kini onde-onde sangat bervariasi. Lain tempat, lain pula cara pembuatan dan
rasanya.

Pada Festival Cap Go Meh, selain menikmati lampion dan makan onde-onde, rakyat
juga mengadakan kegiatan hiburan lainnya, seperti jangkungan, tari yangge
(semacam tarian khas bagian utara Tiongkok) dan pertunjukan tari singa. Di
sebagian daerah, misalnya di Yanqing Beijing dan Kota Harbin Provinsi
Heilongjiang bagian timur laut Tiongkok biasanya digelar Festival Lampion Es
menjelang Hari Raya Cap Go Meh.

 

Cap Go Meh di Glodok, Chinatown-nya Jakarta:

 

Cap Go Meh di Singkawang

Singkawang dikenal sebagai China Town Indonesia, juga dikenal dengan Kota
Seribu Kuil atau biasa juga di kenal sebagai kota Amoy (Gadis yang mulai beranjak dewasa). Perayaan Cap Goh Meh di Singkawang biasanya ditandai dengan arak-arakan para Tatung menuju vihara atau klenteng.

singkawang tatung

Ritual arak-arakan Tatung

Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan
menegangkan, karena banyak orang kesurupan, dan orang-orang inilah yang disebut
Tatung. Uniknya di Singkawang banyak pribumi atau orang Dayak yang juga turut
serta menjadi Tatung, mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip
upacara adat Dayak.

Perayaan dipercaya sudah dilaksanakan turun temurun sejak 200 tahun yang lalu.
Para tatung berasal dari berbagai vihara yang tersebar di seluruh Singkawang,
oleh karena itu tak heran kalau Singkawang juga mendapat julukan kota seribu
kuil.

Dalam 1 vihara atau klenteng kadang terdiri lebih dari 1 orang Tatung. Pagi hari
di hari ke 15 ini, para Tatung akan berkumpul untuk melakukan sembahyang kepada
Langit di altar yang sudah disiapkan. Perjalanan para Tatung di tandu dengan
menggunakan tandu yang beralaskan pedang tajam atau paku tajam, sambil
memamerkan kekebalan tubuhnya. Ada juga yang naik tangga pedang, biasanya
terdiri dari 36 atau 72 pundak/tangga. Semakin bisa naik ke atas maka artinya
semakin kuat juga ilmu Tatung tersebut.

Kegiatan ini telah mulai dikembangkan sebagai objek pariwisata untuk menarik
wisatawan domestik maupun mancanegara.

Setelah tiga tahun beruntun tidak direstui, akhirnya prosesi Cap Go Meh/Goan
Siao di Manado keluar juga di tahun Kelinci Emas ini. Setelah tiga hari sesudah
Imlek, tepatnya hari Minggu, 6 Februari diadakan prosesi ritual di klenteng
tertua di kota Manado, Ban Hing Kiong. Prosesi ritual sudah dilaksanakan dari
malam sebelumnya, sekitar pukul 23.00, hingga puncaknya pada siang hari keesokan
harinya.

Setelah “ditanyakan“ melalui 2 buah kayu popoe yang dilakukan di Klenteng Ban
Hing Kiong Manado, hasilnya prosesi Cap Go Meh di Manado tahun ini direstui
untuk bisa dilakukan di jalan raya. Segenap umat Tridharma pun bersorak gembira
setelah menanti penantian yang panjang selama tiga tahun lamanya.

Untuk kegiatan prosesi Cap Go meh/Goan Siao didaerah Sulawesi Utara, yang
direstui untuk dilakukan di jalan raya/kirab, hanya di Manado dan Tomohon. Di
Bitung, tepatnya di klenteng Seng Bo Kiong, prosesi Cap Go Meh tidak direstui
oleh Thian. Oleh karenanya, prosesi Cap Go Meh hanya dilakukan didalam klenteng
atau seputar halaman klenteng saja.

Sebagai info, dalam acara Cap Go Meh yang akan berlangsung pada tanggal 17
Februari nanti di Manado, akan ada sekitar 10 Thang Sin dan belasan Kio/Usungan,
serta diikuti puluhan kereta hias/pikulan. Rute yang akan dilewati sendiri,
masih disekitar komplek seputara kampung China yang berbentuk letter 9.

Para turis mancanegara maupun lokal pun pasti berdatangan untuk menonton atraksi
para Thang Sin yang diyakini membawa berkah. Untuk kegiatan seperti perayaan Cap
Go Meh ini, apabila pemerintah serius mengelolanya, dan dijadikan iven tetap
pariwisata tahunan, pasti akan mendatangkan devisa bagi daerah. Hotel-hotel pun
pasti terbantu karena tingkat hunian meningkat.

Cap Go Meh di Jakarta

Kemeriahan Festival Cap Go Meh mulai terasa sejak ratusan pengunjung memasuki
kawasan PRJ yang diwarnai dengan pernak-pernik budaya Cina berwarna merah.
Pengunjung juga akan dihibur dengan menyaksikan kelincahan barongsai yang
bermain di atas tonggak. Ataupun sekadar menonton keriuhan lomba barongsai yang
diikuti puluhan grup tari tradisional Cina itu dari sejumlah kota di Tanah Air.

Penonton juga bisa menikmati atraksi debus ala Cina yang mendebarkan maupun
warna-warni pesta kembang api. Jika ingin punya kenang-kenangan spesial,
pengunjung bisa berfoto bernuansa kerajaan mengenakan kostum ratu dan raja ala
Tiongkok. Cukup dengan merogoh kocek Rp 35 ribu per orang. Anda pun bisa
menikmati acara hiburan tersebut. Sebab, festival yang digelar hingga 20
Februari nanti itu tiket masuknya hanya dibanderol Rp 5.000 per orang.

Jakarta memiliki seratus lebih kelenteng. Beberapa diantaranya berusia uzur,
salah satunya Kelenteng Petak Sembilan. Kelenteng ini dikelilingi tembok. Pintu
utamanya berada di Selatan, berupa gapura naga merah. Sebelah kiri gerbang ada
deretan tiga kelenteng tua. Di halaman kedua terdapat kelenteng utama menghadap
Selatan berikut dua singa (Bao Gu Shi) yang konon berasal dari Provinsi
Kwangtung, Tiongkok Selatan.

Gedung utama Petak Sembilan didominasi warna merah. Atap bangunannya melengkung
ke atas, berhias sepasang naga. Di dalam ruangannya terdapat puluhan lilin
berukuran besar, setinggi badan orang dewasa dan ratusan lilin-lilin kecil yang
menyala. Di bagian samping kiri gedung utama terdapat bekas kamar-kamar para
rahib. Sedangkan di pojok kanan halaman belakang terdapat sebuah lonceng buatan
tahun 1825 yang konon merupakan lonceng tertua dari semua kelenteng di Jakarta.

Menjelang perayaan imlek, biasanya para petugas di kelenteng ini sibuk
membersihkan dan mengecat ulang pagar besi dengan cat berwarna merah. Kelenteng
ini tak pernah sepi pengunjung, terutama masyarakat Tionghoa yang ingin
bersembahyang. Banyak pula para peziarah dan wisatawan yang datang sambil
melihat aktivitas ritual pengunjungnya. Keindahan dan kekhasan kelenteng ini,
juga kerap dijadikan obyek pemotretan para penggemar fotografi dan juga lokasi
syuting video musik.

Kemeriahan menjelang Imlek juga terlihat di sejumlah pasar tradisional yang
biasa dikunjungi masyarakat Tionghoa, seperti Pasar Petak Sembilan di seberang
pusat elektronik Glodok, Jakarta Barat. Pasar ini tak pernah sepi, terlebih 10
hari menjelang Imlek. Banyak warga keturunan Tionghoa dari berbagai pelosok
Jakarta datang ke pasar ini untuk membeli pernak-pernik Imlek dan penganan khas
Imlek seperti kue keranjang berupa dodol khas China yang dibungkus daun atau
plastik. Kue ini diburu pembeli untuk dimakan sendiri, diantar ke sanak keluarga
dan rekan serta untuk sembahyang.

Di Pasar ini juga dijual aneka manisan kering seperti kana, buah plum, dan kulit
jeruk yang dimaniskan. Makanan yang berasa manis seperti manisan dan permen
dipercaya warga keturunan Tionghoa sebagai perlambang hidup yang manis. Oleh
karenanya kedua cemilan ringan itu kerap disuguhkan saat merayakan Imlek agar
tahun baru membawa kemanisan.

Di sana juga banyak dijual buah khas Imlek seperti jeruk, leci, dan buah plum.
Aneka jeruk terutama jeruk Mandarin, dan jeruk Bali banyak diborong pembeli
karena jeruk dianggap buah simbol persaudaraan dan kerukunan.

Berada di Pasar Petak Sembilan terlebih menjelang Imlek mencuatkan atmosfir
tersendiri yang berbeda dibanding pasar tradisional lain. Deretan lampion dan
pernak-pernik khas Imlek lain yang berwarna merah di sepanjang kiri kanan jalan
jalan dan kios-kios pedagang, seolah membawa kita berada di salah satu sudut
keramaian di negeri China.

Kelenteng Sam Po Kong, Semarang

Gedong Batu Sam Po Kong adalah petilasan, bekas tempat persinggahan dan
pendaratan pertama Laksamana China bernama Zheng Ho(Cheng Ho) atau juga dikenal
sebagai Sam Po Tay Djien. Terletak di daerah Simongan, sebelah Barat Daya Kota
Semarang. Disebut Gedong Batu karena bentuknya berupa Gua Batu besar di kaki
Bukit Batu. Gedung ini kini menjadi tempat peringatan, sembahyang, dan
berziarah. Di dalam gua batu ada altar dan patung-patung Sam Po Tay Djien.

Pada malam Imlek dan Cap Go Meh masyarakat berbondong-bondong ke Kelenteng
Gedong Batu. Mereka ada yang bersembahyang dan banyak pula yang sengaja datang
untuk menyaksikan aneka pertunjukan rakyat dan wayang kulit sejak malam hingga
dini hari. Di sana banyak pedagang beragam penganan seperti lontong cap gomeh
dan wedang dari kacang godhog, tebu, sekoteng, dan ronde.

Kelenteng Hok Tek Bio, Bogor

Kelenteng (Vihara Dhanagun) ini terletak di Jalan Suryakencana No.1, tepatnya di
sisi kiri bangunan Bogor Plaza, Kota Bogor. Setiap perayaan Imlek dan Cap Go Meh
biasanya menggelar kesenian Tionghoa seperti barongsai dan pertunjukan Liong
(naga). Selain itu juga ada pertunjukan tanjidor, jaipongan, sisingaan, dan reog
Ponorogo. Acara itu berlangsung sejak sore hingga dini hari. Pengunjung yang
datang bukan hanya warga sekitar melainkan juga dari Bekasi, Sukabumi, Cianjur,
Depok, Tanggerang, Jakarta, Bandung, Semarang, bahkan Surabaya.

Phak Khak Liang & Vihara Dewi Kwan Im, Bangka

Kedua tempat bernilai histori religi ini bisa menjadi pilihan Anda untuk
berwisata Imlek & Cap Go Meh. Phak Khak Liang menjadi saksi bisu sejarah
penambangan timah di Bangka yang kemudian dijadikan kawasan wisata yang dipenuhi
bangunan bergaya China.

Lokasinya berada di Belinyu, 57 Km dari Sungailiat. Selain itu ada Makam Cok
Tien, putri dari Bong Kiung Fu, seorang tokoh China yang mendirikan Benteng Kuto
Panji. Makam ini berada di benteng, 1,5 Km dari Kota Belinyu. Sedangkan Vihara
Dewi Kwan Im berada di Desa Jelitik, sekitar 15 Km dari Kota Sungailiat,
tepatnya di bawah kaki bukit yang dialiri sungai. Oleh warga keturunan Tionghoa
di sana, airnya dipercaya dapat menyebuhkan berbagai penyakit dan bisa bikin
awet muda. Di obyek ini terdapat kolam pemandian dan vihara kecil untuk
sembahyang

Vihara Avalokitesvara, Banten

Salah satu peninggalan sejarah di kawasan Banten Lama ini berada di Kampung
Pamarican, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Sekitar 10
kilometer arah Utara Kota Serang. Bangunan ini masih satu kompleks dengan Masjid
Agung Banten Lama, Keraton Surasowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, dan
bangunan-bangunan sejarah lainnya.

Sejak masa kerajaan dulu, posisi kelenteng ini berada di tengah komunitas muslim
yang taat. Inisiatif pembangunan kelenteng ini justru datang dari Sunan Gunung
Jati, salah seorang Wali Songo, pada tahun 1652. Semula lokasinya di Desa
Dermayon, di belakang Masjid Agung Banten Lama. Tetapi tahun 1774 dipindahkan ke
Pamarican. Pada zaman keemasan Kerajaan Banten, kampung ini menjadi pusat
industri merica.

Makan Malam di Kia-Kia Surabaya & Kesawan Square Medan

Kia-Kia artinya jalan-jalan. Dinamakan Jalan Kembang Jepun, konon menurut
sejarahnya, di tempat itu pernah berdiam keluarga Jepang (Jepun) dengan salah
seorang anak gadisnya yang sangat cantik. Kecantikannya tersebar sampai pelosok
Surabaya hingga dijuluki 'Kembang Jepun'. Tempat rumah tersebut berdiri
dinamakan "Jalan Kembang Jepun" yang termasuk salah satu pusat bisnis di
Surabaya. Kia-Kia merupakan tempat ngumpulnya warga keturunan Tionghoa dii
Surabaya.

Sebab disepanjang Jalan Kembang Jepun sampai Jembatan Merah 4 terdapat sejumlah
pedagang yang menyajikan aneka maskan China. Tempat pertama kali penduduk China
tinggal di Surabaya yang kemudian berkembang menjadi pusat jajanan Chinesse di
Surabaya. Kia Kia buka mulai 7 malam hingga larut malam.

Kesawan Square merupakan tempat makan di Kota Medan yang ramai sejak sore hingga
tengah malam. Letaknya di Jalan Ahmad Yani yang dulunya bernama Kesawan. Di
tempat ini kita dapat menikmati aneka masakan Chinesse dan Indonesia sambil
dihibur alunan musik dari mobil terbuka. Seperti Kia-Kia, siang hari tempat ini
menjadi pusat pertokoan dan bisnis.

Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal

Kelenteng berusia 300 tahun lebih ini berdiri di atas tanah seluas 4500 meter
persegi. Kelenteng ini sebelumnya bernama Cin Jin Bio. Adapun nama Tek Hay Kiong
dapat diartikan juga Istana dari Konco Tek Hay Cin Jien yang merupakan gelar
kebesaran dari Kwee Lak Kwa. Bagi masyarakat Tegal dan sekitarnya Konco Tek Hay
Cin Jien dipuja sebagai Dewa Pelindung. Mereka yang dapat mendekati jiwa
kepribadiannya, akan mendapat berkah dan keselamatan Kongco Tek Hay Cin Jien.
Konco Tek Hay Cien Jien datang ke Kota Tegal pada tahun 1737, sebagai utusan
perdagangan Tiongkok yang datang ke nusantara.

Di kelenteng ini setiap tahun menggelar acara antara lain Sembahyang Pantai
dengan mengundang kelenteng-kelenteng dewa laut dari kota di Pantai Tegal. Lalu
Kirab Toa Pe Kong dimana Kelenteng Tek Hay Kiong mengeluarkan 8 tandu,
Sembahyang Rebutan/Tiong Guan, dan upacara Sejit Tek Hay Cin Jin yang diadakan
secara besar-besaran untuk merayakan hari pertama Kong Co Tek Hay Cin Jin datang
ke Tegal.

Kampung Senggarang dan Vihara Dharma Sasana, Bintan, Kepulauan Riau

Kampung Senggarang merupakan kawasan pecinan yang berbeda. Biasanya pecinan
berada di tengah kota, Senggarang justru persis di tepi pantai. Di kampung yang
tertata rapih dan bersih ini, tradisi Cina masih terasa kental. Setiap rumahnya
memiliki ornament khas. Aroma hio tercium akrab dan kerap terdengar alunan musik
khas China.

Vihara Dharma Sasana berusia ratusan tahun menjadi daya tarik lain kampung ini.
Tamannya luas dengan rumput hijau dan patung-patung dewa raksasa di belakang dan
depan bangunan utama. Selain itu, ada Vihara Banyan Tree dengan pintu utama yang
dipeluk erat oleh akar-akar pohon beringin raksasa nan rindang. Kampung ini,
terutama kedua kelentengnya ramai dikunjungi umat Budha dari Bintan dan Batam,
bahkan dari Singapura dan Malaysia.

Cap Go Meh di Makassar

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar meminta perayaan penutupan tahun baru
Imlek atau Cap Go Meh bisa dibuat lebih meriah, meskipun perayaan tahun ini
tidak disertai pawai Cap Go Meh. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Makassar, Rusmayani Majid di Makassar, Sabtu, berharap kepanitian Imlek tetap
mengupayakan puncak perayaan Imlek pada 17 Februari tetap memberikan kesan
menarik bagi wisatawan maupun masyarakat di daerah ini.

"Ritual arak-arakan Cap Go Meh memang tidak ada dalam perayaan Imlek tahun ini
karena dewa-dewa di kelenteng-kelenteng tidak ada di tempat saat ini," ungkap
Wakil Ketua Walubi Sulsel, Yongris Lao, Selasa (18/1/2011). "Meskipun tanpa
arak-arakan Cap Go Meh, kami berharap ada sesuatu yang baru ditampilkan penitia
Imlek untuk menarik kunjungan wisatawan. Arak-arakan Cap Go Meh yang selama ini
menjadi andalan pariwisata Makassar tidak usah dipaksakan, kalau memang tidak
bisa,” ucapnya. Dia berharap, perayaan Cap Go Meh yang telah masuk dalam agenda
tahunan pariwisata kota Makassar masih bisa menjadi andalan dalam program Visit
Makassar Year 2011, sehingga target tahun kunjungan wisata bisa tercapai hingga
31 Desember 2011.

Pawai ritual Cap Go Meh yang diselenggarakan pada hari ke-15 perayaan Imlek itu
dengan mengitari kawasan pecinan (China town) di Makassar. Namun, dia
mengungkapkan, perayaan Tahun Baru Imlek akan dilaksanakan dengan kegiatan
pergelaran seni masyarakat Tionghoa pada 5-7 Februari 2011.

Agenda kegiatan tahun baru China ini akan menghadirkan pameran foto-foto dan
barang-barang pecinan tempo dulu, seperti arak-arakan prosesi Cap Go Meh serta
kumpulan buku komik tulisan tangan dalam aksara Lontara dan Mandarin. Kemudian,
memasuki hari kedua perayaan Imlek, komunitas pemerhati budaya Tionghoa
Indonesia menggelar dialog budaya yang membahas seputar sejarah sinergi dan
asimilasi warga Tionghoa di Indonesia. Selain diskusi dan pameran foto, panitia
Imlek juga akan menggelar pertunjukan malam satu hati dengan menampilkan tarian
empat etnis hingga atraksi juara dunia barongsai tonggak. Dalam kegiatan itu
mereka juga akan menampilkan artis-artis Mandarin dari Jakarta dan atraksi Wu
Shu yang diikuti dengan pesta kembang api.

Ketua Panitia Perayaan Imlek, Roy Ruslim dalam kesempatan itu menjamin perayaan
Cap Go Meh tetap akan dibuat semeriah mungkin dengan menutup sepanjang jalan
Sulawesi untuk menggelar pesta rakyat yang akan menyajikan
pertunjukan-pertunjukan menarik bagi wisatawan maupun warga masyarakat.
"Acaranya akan sama dengan tahun lalu, bedanya hanya tahun ini tidak ada
arak-arakan dewa," ungkap Dia mengaku, dewa-dewa di klenteng-klenteng besar di
Makasser seperti Xian Ma, Kwan Kong dan beberapa klenteng besar lainnya tidak
mau keluar sehingga pihak penyelenggara meyakini arak-arakan dewa dalam perayaan
Cap Go Meh tidak bisa digelar tahun ini.

"Kami telah melakukan upacara Papoi untuk menanyakan kesediaan dewa. Namun tidak
ada satu pun dewa yang bersedia keluar. Memang berbeda dengan tahun sebelumnya,
semua dewa-dewa kami setuju, baru tahun ini saja semua dewa tidak ada yang
setuju mau keluar," keluh dia. Meski demikian, kelenteng dan wihara yang ada di
Makassar mulai berbenah menyambut datangnya tahun baru China alias Imlek 2562.
Gorden, hiasan langit-langit, lampion, dan berbagai aksesori lainnya mulai
dibersihkan atau dipasang. Pantauan di sejumlah titik, tempat ibadah Konghucu
dan Buddha tersebut mulai dibersihkan. Semisal di Kelenteng Xian Ma, Wihara Ibu
Agung Bahari, dan juga Kelenteng Chu Su Kong.

Menurut Henny, pengurus Kelenteng Chu Su Kong yang terletak di Jalan Lombok,
persiapan imlek baru dalam sebatas membersihkan ornamen dan menyiapkan aksesori
pelengkap. Salah satunya kertas sembahyang untuk hiasan bernama so cing. “Secara
teknis, ritual upacara menyambut imlek baru akan digelar 26 Januari mendatang.
Saat itu baru dilakukan sembahyang minta izin perayaan imlek. Baru nanti ada
lagi sembahyang minta izin perayaan Cap Go Meh tanggal 28 Januari,” kata Henny.
Saat kedua sembahyang dilakukan, lanjut Henny, di altar tempat kedudukan Sang
Dewa Chu SU Kong (ahli pengobatan) disediakan sesembahan berupa kue,
buah-buahan, dan permen. Perlakuan ini juga dilakukan saat upacara memandikan
arca (patung) dewa-dewa yang dinamakan rupang pada 30 Januari mendatang.

Hal senada juga diungkap Iwan, perwakilan pengurus dari Istana Naga Sakti
Kelenteng Xian Ma di Jalan Sulawesi. Menurut dia, upacara memandikan patung
dewa-dewa di Kelenteng Xian Ma digelar 28 Januari. “Kita beda dari tempat ibadah
lain, sebab itu hasil dari sembahyang minta izin memandikan arca, dewa memberi
izin nanti tanggal begitu,” ungkap Iwan.

Sementara di Wihara Ibu Agung Bahari, belum ada persiapan sama sekali. Kondisi
Wihari masih seperti pada hari biasanya. Penuh dupa dan lilin merah ukuran
besar, memberi hawa panas dan aroma khas. Khusus di wihara ini, prosesi
pembersihan arca/patung dewa akan dilakukan hari ini, Senin 24 Januari.
Satu-satunya kesibukan yang tampak sama di tiga tempat peribadatan yang berbeda
lokasi tersebut adalah proses transaksi penjualan pernak-pernik kebutuhan
perayaan imlek

Sejumlah Mall & Taman Hiburan Rakyat
Selama Imlek, sejumlah mal dan plasa di kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
dan Medan kerap menggelar acara. Interior mal dihias sejumlah lampion dan
pernak-pernik khas Imlek lainnya. Biasanya juga ditampilkan kesenian Barongsai
dan Liong. Selain itu sejumlah tempat hiburan juga menggelar acara bertemakan
Imlek dan Cap Go Meh seperti konser musik, dan lainnya. Nah, Anda tinggal pilih
mau menikmati suasana Imlek di mal, tempat hiburan rakyat atau di kelenteng yang
ada di kota sendiri atau di daerah lain.

Selamat Hari Raya Cap Go Meh!

Mar 2, 2012

meidy

Kisah Orang Hui : Naxigaer

 

Pada jaman dahulu kala , di kaki bukit Helan , hiduplah seorang pemuda Hui yang baik dan pintar bernama Naxigaer. Orangtuanya telah tiada dan dia begitu miskin untuk menikah. Dia menopang kehidupannya dengan mengumpulkan kayu. Suatu hari Naxigaer pergi keatas bukit dengan pisau pemotong rumput dan peralatan lainnya. Di pagi hari berikutnya dia menjadi lapar dan beristirahat barang sejenak untuk makan siang.

Tiba-tiba ada suara yang berkata kepadanya : “ Kasihanilah saya , seorang wanita tua yang kesepian. Bagilah kepada saya apa yang bisa saya makan”. Naxigaer menoleh dan melihat seorang wanita tua dengan pakaian yang compang-camping. Tangan nenek itu begitu kurusnya seperti kayu kering. Naxigaer kemudian memberikan kedua kuenya. Si nenek langsung melahapnya dengan tamak dan meninggalkan Naxigaer tanpa mengucapkan terimakasih.

Hari berikutnya , Naxigaer membawa bekal empat kue. Sang nenek tua muncul kembali kehadapannya. Dan Naxigaer yang baik hati kembali memberikan dua kue dari empat yang dia bawa sebagai bekal. Sang nenek melahap kue pemberian itu dan meminta lebih banyak. Lagi-lagi pemuda baik hati itu kembali memberikan dua kue tersisa kepada nenek itu sambil menahan lapar. Setelah menghabiskan , nenek tua itu seperti hari sebelumnya segera berlalu dari hadapan Naxigaer.

Ketika Naxigaer kembali rumah , dia berpikir bahwa tidak ada yang peduli dengan wanita tua itu. Kemudian Naxigaer membuat kue lebih banyak lagi dengan menghabiskan setengah dari persedian bahan makanan yang masih ada.

Di hari ketiga , Naxigaer kembali berjumpa dengan si nenek , dan memberikan seluruh kuenya tanpa si nenek sempat memintanya. Kali ini nenek tua tidak memakan dan malah membuangnya ke jurang.

Naxigaer terkejut dan bertanya-tanya tentang sikap si nenek. Tiba-tiba suara keras muncul dan bergema dari lembah diikuti kilatan cahaya. Kemudian seekor kura-kura emas kecil jatuh ke tangan si nenek.  Nenek itu tersenyum dan berkata : “Anak baik , akan terjadi bencana besar disekitar sini. Kamu anak yang baik dan karenanya saya akan menyelamatkan kamu.”

Kemudian si nenek memberikan kura-kura emas dan berkata : “Ambillah!”. Ketika mata kura-kura berubah menjadi merah berarti itu satu pertanda akan terjadi bencana gempa bumi dan rumah-rumah akan rubuh. Si nenek berkata : “Kamu harus segera meninggalkan tempat kearah barat-laut . Disana ada satu kolam air dengan bunga lotus yang bermekaran. Kamu akan selamat disana. Tetapi harus diingat bahwa kamu tidak boleh memberitahu siapapun mengenai hal ini, atau kamu akan berubah menjadi batu. ” Setelah itu si nenek berubah wujud menjadi asap dan cahaya.

Naxigaer kembali menjalani rutinitas setiap hari . Tidak terjadi sesuatu untuk jangka waktu yang lama . Tetapi suatu hari mata kura-kura pemberian si nenek tua itu berubah warna menjadi merah. Naxigaer menyadari bahwa sebentar lagi akan terjadi bencana dan segera berkemas-kemas mengikuti pesan si nenek tua. Di tengah perjalanan , tiba-tiba suara dari mendiang ibunya muncul dalam pikirannya dan berkata :  “Merupakan satu kewajiban untuk berbuat baik sepanjang waktu”.

Naxigaer menjadi serba salah mendengar pesan mendiang ibunya. Jika dia memberitahu yang lain maka Naxigaer bisa menjadi batu.

Setelah berpikir beberapa saat , Naxigaer memutuskan untuk kembali ke rumahnya , untuk memberitahu masyarakat disekitarnya tentang akan terjadi bencana sebentar lagi. Tetapi orang-orang mengabaikan peringatan dari Naxigaer. Naxigaer menjadi khawatir dan mencoba untuk membujuk dengan menceritakan kembali pengalamannya dari awal. Orang-orang akhirnya percaya dan mengikutinya untuk mengungsi ke Kolam Lotus.

Bencana memang benar terjadi . Kura-kura emas yang berada di tangan Naxigaer berubah menjadi cahaya emas dan kemudian mengangkasa. Bencana gempa bumi meluluh-lantakkan kampong halaman Naxigaer , rumah-rumah rubuh dan menjadi puing-puing.

Para pengungsi menyadari bahwa Naxigaer tidak lagi berada diantara mereka dan tidak dapat menemukannya. Tapi sebuah batu berdiri tegak seukuran manusia dan mereka percaya bahwa itu adalah Naxigaer. Untuk mengenang dan menghormati jasa Naxigaer , para pengungsi menanam pohon pinus disekitar kolam.

Sumber :

Shujiang Li , Karl Luckert , " Mythology And Folklore Of The Hui , A Muslim Chinese People".

logo
Copyright © 2008 by Arts of Meidy's.
Original Template by Clairvo