Alunan Teduh Angin Selatan
Komunitas pencinta musik tradisional China bermunculan di Jakarta. Ada yang memadukan musik China dengan musik tradisi di Indonesia.
Petikan guzheng, instrumen berdawai 21 itu, menimbulkan bunyi gemerincing seperti air mengalir. Suaranya yang jernih dan merdu membawa keteduhan.
Gadis-gadis mengimbangi petikan guzheng dengan petikan alat musik pipa yang melankolis. Sementara itu, sejumlah pemuda menggesek erhu yang bentuknya mirip dengan biola. Suara lembut gesekan erhu terasa menyentuh jiwa.
Alunan musik tradisional China itu dimainkan Nanfeng Nusantara, salah satu komunitas pencinta musik tradisional China. Mereka terdiri dari 12 anak muda dengan rentang usia 20-22 tahun. Awal Maret lalu mereka berlatih di rumah salah seorang anggotanya, Caroline Irwan (21), di Puri Indah, Jakarta Barat.
Mereka antara lain memainkan lagu tradisional China seperti ”Tien Mimi” yang di Indonesia dikenal sebagai ”Dayung Sampan.”
Anak-anak muda ini dengan semangat menunjukkan kepiawaian memainkan alat musik tradisional Tionghoa untuk mengiringi aneka jenis lagu, seperti ”Gambang Semarang” hingga lagu ”Kopi Dangdut,” bahkan lagu berirama dan rock N’roll.
Organisator dari Komunitas Nanfeng Nusantara, Priyanto, meyakini bahwa perpaduan antara musik tradisional Tionghoa dan musik di Indonesia akan menghasilkan warna yang indah. Priyanto telah mencoba memadukan musik tradisional Tionghoa dengan musik tradisional Betawi, gambang kromong.
Saat ini mereka mencoba menggabungkan musik tradisional Tionghoa dengan gamelan Bali. Ketika tampil di World Expo Shanghai China 2010, Nanfeng Nusantara lebih banyak menyajikan corak kebudayaan Nusantara dengan iringan musik tradisional Tionghoa. Mereka memang bertekad mengusung percampuran antara musik tradisional Tionghoa, Indonesia, dan musik modern.
Anggota Nanfeng baru belajar musik tradisional China sejak 2005 sebagai materi pelajaran ekstrakulikuler di SMA Notre Dame. Berbekal pelajaran dari guru yang didatangkan dari Tiongkok, mereka membentuk Nanfeng Nusantara pada 2007.
Nanfeng dalam bahasa mandarin bermakna angin selatan. Itu merupakan sebutan orang Tiongkok untuk angin yang berasal dari Asia Tenggara. Nanfeng Nusantara kemudian diartikan sebagai angin yang bertiup dari kepulauan Indonesia. Hingga sekarang, Nanfeng Nusantara beranggotakan 12 anak muda dan sering tampil dalam beragam acara.
Mereka berlatih sekali dalam sepekan. Selain menyalurkan hobi, tampil memainkan musik tradisional China juga mendatangkan nilai komersial. Apalagi, hampir tiap bulan undangan pentas selalu datang. ”Melalui musik tradisional Tionghoa ini, saya merasa menemukan kembali identitas budaya Tionghoa,” kata Priyanto.
Nanfeng Nusantara tampil menghibur publik. Menurut Caroline, penonton biasanya terpaku dan jadi enggan pulang meski lagu sudah disuguhkan selama dua jam.
Kursus
Salah satu sekolah musik di Jakarta yang khusus mengajarkan alat tradisional musik China adalah Sekolah Musik Hong Hua. Sekolah ini didirikan pada Juni 2007 di Gedung Galangan VOC dan kini telah memiliki murid lebih dari 300 orang.
Gedung Galangan VOC di Jalan Kakap Nomor 1 Kawasan Pasar Ikan, Jakarta Utara, yang berusia lebih dari 400 tahun tersebut tak pernah sepi oleh bunyi alat musik tradisional China. Seluruh pengajar merupakan sarjana lulusan akademi musik yang didatangkan dari China.
Kepala sekolah sekaligus pendiri Sekolah Hong Hua, Wu Zhangyi, pun berasal dari Provinsi Fujian, Tiongkok. Ia datang ke Indonesia pada 2007 untuk mengajar musik tradisional China. Salah satu dari empat guru musik di sekolah ini adalah Wu Xian Xian (27), puterinya yang belajar musik tradisional China sejak usia tujuh tahun.
Jumat (1/4), misalnya, Wu Xian Xian sabar menularkan keterampilan memukul yangqin. Muridnya, Dian Nita Ayu (15), tekun mengikuti aba-aba memainkan alat musik yang dijuluki sebagai piano China itu. Dalam tempo lento, yangqin juga mampu menampilkan timbre suara gemerincing seperti air mengalir.
Orangtua Dian, Tri Sumiyati, menyaksikan anaknya yang pendiam mampu mengekspresikan perasaan lewat alat musik tradisional China. Pada International Chinese Art Festival yang beberapa waktu lalu digelar di Singapura, Dian meraih medali emas pada nomor alat musik yangqin. Sekolah Hoang Hua mengirim 11 siswa ke International Chinese Art Festival dengan mengantongi 3 emas, 2 perunggu dan sisanya perak.
Wu Zhangyi yang masih belajar bahasa Indonesia ini ingin mengajak masyarakat Indonesia menyelami keindahan seni budaya Tionghoa lewat seni musik tradisional Tiongkok. Pada umumnya, siswa yang telah mengikuti jenjang pelajaran bertahap akan mampu memainkan irama sederhana setelah sekitar satu bulan belajar. Setelah tiga bulan belajar, mereka diharapkan mampu mengalunkan musik merdu.
Sumber : Mawar Kusuma , Kompas Minggu, 10 April 2011