Review Buku : "Chinese Democracies, A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884)" - Dr. Yuan Bing Ling
Dr. Yuan Bingling adalah seorang peneliti wanita lulusan Fudan University yang melanjutkannya di Institute of Nanyang Research of the University of Xiamen. Artikel tentang keramik Dehua itu juga sangat informatif dan menarik dari Dr. Yuan, dimana sangat jarang ditemukan tulisan yang membahasnya, walaupun keramik ini banyak dijumpai di Indonesia. Buku "Chinese Democracies, A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884)" yang ditulis oleh Dr. Yuan ini dibuat berdasarkan hasil disertasinya di Universitas Leiden, Belanda. Memang sukar untuk mendapatkannya buku tersebut di Indonesia yang diterbitkan di Leiden University, Netherland itu dan alangkah baiknya juga kalau buku ini dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia nantinya.
Buku-buku mengenai sejarah republik kongsi di Kalbar saat kini masih langka atau sangat terbatas. Dr. Yuan sendiri dalam penelitiannya, selain melakukan penelitian di lapangan (Kalbar), ia banyak mendapatkan bahan dan data dari arsip-arsip dan dokumen pemerintahan Hindia Belanda yang tersimpan di Leiden.
Tetapi dalam penelitiannya di Indonesia Dr. Yuan BL tidak berhasil mendapatkan akses ke Arsip Nasional walaupun telah berusaha dengan berbagai upaya dan tidak diketahui apa alasannya, apakah ini sebuah faktor kesengajaan atau birokrasi? Karena ketika itu masih jaman Orba yang mempunyai versi sejarah sendiri saat penelitian dilakukan.
Bahkan dalam buku "Sejarah Nasional Indonesia" yang disusun oleh Nugroho Notosusanto dan M. Djoened Poesponegoro tidak disebutkan sekalipun mengenai perang atau perlawanan melawan Belanda itu, terutama dalam buku jilid 4 yang membahas hampir semua perlawanan terhadap kolonialisme pada periode 1800-1900 di wilayah lainnya Indonesia, kecuali di Kalbar . Hal ini dapat terjadi mungkin karena sejarah perang Kongsi dengan Belanda di Kalbar tidak atau belum diterima (diakui) sebagai bagian dari historiografi sejarah nasional Indonesia atau sedikit tulisan dan penelitian sejarah mengenainya. Kalaupun ada hanya dicantumkan sepintas saja dan disebutkan hanya sebagai pemberontakan Cina terhadap Belanda saja dan bukan sebagai perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Bukunya sendiri mempunyai 354 halaman. Hampir semua chapter telah dimasukkan kedalam website www.xiguan.net ini (diakses bulan juni 2007), kecuali appendices, bibliography dan index. Mungkin ada baiknya juga jika dapat dilengkapi lagi dengan appendices-nya yang berjumlah 12 appendices (54 hal), karena banyak toponim, nama orang dan peranannya serta istilah bahasa Tionghoa dan nama-nama organisasi kongsi lainnya dicantumkan dalam appendices itu.
Hal yang menarik dalam tulisan Dr. Yuan ini dan berbeda dengan pengertian atau persepsi banyak orang sampai kini adalah mengenai peranan Lanfang kongsi, terutama dalam peperangan dengan Belanda.
Pendapat Dr. Yuan identik dengan Mary Somers Heidhues (Chinese Settlement in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories) yang mengatakan bahwa "Heshun Zongting" kongsi di Montrado (50 km sebelah utara Mandor) yang didirikan tahun 1776 lebih besar dan tua daripada Lanfang kongsi yang didirikan oleh Luo Fangbo (Low Lan Pak / Luo Fangkou) pada tahun 1777.
Menurut Dr. Yuan sejarah Kongsi di Kalbar sesungguhnya adalah sejarah Kongsi Montrado, merekalah yang memberikan perlawanan dengan gigih untuk mempertahankan kebebasannya terhadap Belanda dan bukan Lanfang Kongsi (The history of the Chinese kongsis is therefore by and large that of the Montrado kongsi, and not of the Lanfang kongsi).
Pertempuran yang paling besar dan menentukan dalam peperangan antara kongsi dengan Belanda terjadi Montrado pada tahun 1853-1854. Lanfang kongsi sendiri luput dari serangan Belanda dalam perang tersebut. Dan baru ketika pemimpin Lanfang kongsi terakhir Liu Asheng, meninggal dunia di tahun 1884, Belanda datang untuk merebut dan menundukkannya, sehingga berakhirlah sejarah kongsi di Kalbar untuk selamanya, jadi setelah sekitar 30 tahun Montrado dikalahkan oleh Belanda
Dengan demikian lebih banyak dan mudah orang mengingatnya sejarah Lanfang di Mandor daripada Heshun di Montrado, selain itu tulisan- tulisan tentang sejarah kongsi banyak mengenai Lanfang daripada kongsi di Montrado (separti De Grott). Karena ini mungkin Dr. Yuan memilih judul bukunya "Kongsis of West Borneo" dan bukan Lanfang kongsi.
Tetapi pemimpin kongsi di Kalbar yang terkenal tetap Luo Fangbo (Low Lan Pak) yang mendirikan Lanfang Kongsi atau Republik Lanfang dan beristrikan seorang wanita Dayak.
Luo Fangbo adalah seorang Hakka dan tokoh sejarah yang besar dari Kalbar. Liang Qichao (tokoh reformator dari Tiongkok) juga pernah menulis sebuah artikel tentang riwayat hidup delapan perantau besar Tiongkok, dimana Liang mengangkat nama Luo Fangbo (Low Lan Pak) yang mendirikan Lanfang Kongsi atau Republik Lanfang itu sebagai salah satu yang tokohnya.
Kontribusi selain pertambangan ? Sejak tahun 1850 kongsi-kongsi sudah mulai melemah, dikarenakan peperangan dan persaingan antara mereka sendiri serta sumber pertambangan yang mulai menipis, akibatnya banyak orang Tionghoa mulai beralih ke sektor pertanian (seperti di Singkawang), perdagangan dan industri. Disektor ini masyarakat Tionghoa Kalbar relatif banyak memberikan kontribusi selain teknologi pertambangan emas yang maju, seperti teknologi pertanian panen ganda beras (double-cropped wet rice), teknologi tanaman penghasil gula (tebu), dan perintis perkebunan karet. Hal yang sama terjadi dengan orang Tionghoa di Bangka yang memperkenalkan teknologi pertambangan Timah dan tanaman Lada. (Mary Somers Heidhues: Chinese Settlement in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories)