Cheng Beng (Sembahyang Kubur)
Sembahyang kubur (Cheng Beng) dikenal sebagai tradisi spesial warga Tionghoa yang sudah di kenal sejak era dinasti Ming. Cheng Beng adalah sebuah kegiatan di mana orang-orang pergi ke pemakaman keluraganya (leluhurnya),dengan membawa barang-barang yang di butuhkan untuk melakukan beberapa ritual di pemakaman di hari-hari tertentu. Ini adalah sebuah bentuk penghormatan kepada para leluhur dan juga sebagai sebuah momen untuk berdoa bagi anak-anak dan cucu-cucu agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Cheng Bneg biasanya di lakukan oleh orang-orang Tionghoa yang ber-agama Buddha, Taoisme, Khonghucu. Rtual ini di lakukan dua kali dalam satu tahun, di bulan kedua dan bulan ketujuh dalam penangalan Bulan China (Lunar Calender). Hal paling penting dalam ritual ini adalah Xao Moh (membersihkan Kuburan). Biasanya, Orang Tionghoa melakukanya jam 4 pagi. Dalam tradisi ini barang-barang yang di gunakan adalah lilin,teh, berbagai buah-buahan, seperti jeruk, pir, apel,anggur, dll, Kue-kue, baju dan uang yang terbuat dari kertas. Baju-baju dan uang=uang yang terbat dari kertas, kertas kuning, dll akan di bakar pada akhir ritual.
Sejarah Sembahyang kubur (Cheng Beng)
Suatu hari, di era Dinasti Ming, dimana ada seorang anak bernama Cu Guan Ciong yang berasal dari keluarga miskin. Untuk merawat dan mengajari dia, orang tuanya meminta bantuan kepada kuil/vihara. Ketika di dewasa, hidupnya menjadi lebih baik dan lebih baik saat dia menjadi seorang Kaisar. Setelah menjadi seorang Kaisar, dia kembali ke tanah lahirnya untuk emngunjungi orangtua nya. Tetapi orangtuanya sudah meninggal dan dia tidak tahu dimana tempat mereka di kubur. Lalu, untuk mencari makam orangtuanya di menyuruh semua penduduk untuk mengunjungi makam leluhur mereka dan membersihkanya. Disamping itu di ajuga menyuruh untuk memberi sebuah tanda, kertas kuning di atas makam-makam itu.
Setelah semua penduduk melakukanya, Kaisar memeriksa setiap makam di desa dan dia menemukan beberapa makam tidak di bersihkan dan tidak di beri tanda kertas kuning yang berarti adalah makam kedua orangtuanya. Jadi dari sanalah, ritual ini menjadi sebuah tradisi yang dilakukan semua warga tionghoa sampai sekarang.
Warga Tionghoa Singkawang gelar "cheng beng"
Ratusan warga Tionghoa Kota Singkawang menggelar sembahyang "Cheng Beng" atau berziarah ke makam orang tua, keluarga maupun leluhur mereka yang telah wafat untuk mengingat segala jasa-jasa almarhum-almarhumah yang telah wafat.
Liu Jun Liong (46) salah seorang peziarah di komplek pemakaman Tionghoa Pokok Manggis, di Singkawang, Rabu, mengatakan ia dan keluarganya setiap tahun melakukan ziarah ke makam leluhurnya.
"Walaupun di dunia sudah lama tiada, namun orangtua dan leluhur masih hidup di alam sana. Mereka tetap melihat kami yang masih hidup di dunia sehingga sebagai anak wajib memberikan rasa hormat dan bakti kepada orang tua," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Tao Indonesia (MTI) Kota Singkawang Tjhai Ket Khiong menyatakan, sembahyang "Cheng Beng" merupakan sembahyang wajib bagi seluruh masyarakat Tionghoa untuk mengenang kembali kebajikan dan memberikan penghormatan, baik kepada orangtua maupun para leluhur.
Ia menjelaskan, prosesi sembahyang Cheng Beng dimulai dengan menyalakan sepasang lilin dan dupa, kemudian dilanjutkan dengan berlutut dan berdoa.
Pembacaan doa ditujukan kepada Dewa Bumi (Thu Thi Pak Kung) yang menyatakan bahwa, pihak keluarga sudah datang ke makam leluhur untuk bersembahyang. Setelah itu, barulah bersembahyang di makam leluhur atau orang tua dan memanjatkan doa.
Peziarah yang datang bersembahyang terlebih dahulu sudah membawa aneka perbekalan, diantaranya aneka jenis kue, buah-buahan dan makanan vegetarian, serta tidak ketinggalan membawa kertas sembahyang berwarna emas dan perak untuk menerangi roh leluhur.
"Umumnya doa yang dipanjatkan berupa berkah kesehatan, keselamatan dan keluarga aman sentosa, ada juga yang memanjatkan doa agar dipermudah rejeki dan dilancarkan usahanya, serta mendoakan arwah leluhur agar tenang dan bahagia di alam akhirat dan segera terlahir kembali di alam yang menyenangkan," ujarnya.
Kemudian, setelah melakukan sembahyang para peziarah melakukan sedekah terutama kepada orang yang telah membantu membersihkan makam atau membantu menerangkan jalannya prosesi sembahyang.
Menurut Tjhai Ket Khiong, sembahyang Cheng Beng dari sudut pandang ajaran Tao lebih mengarah pada pernyataan bakti terhadap orang tua.
Dalam budaya warga Tionghoa, ada dua kali sembahyang yang ditujukan bagi keluarga yang telah meninggal, yakni sembahyang bulan tiga yang dikenal Cheng Beng, dan sembahyang di bulan tujuh penanggalan Imlek, yang dikenal Cioko atau Chau Tu atau sembahyang yang ditujukan pada arwah terlantar.
Sumber: Harian lokal Singkawang
0 comments:
Post a Comment